REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan, Rusia tidak memiliki rencana untuk menarik militernya keluar dari Suriah. Kendati begitu, pasukan Rusia tidak akan membangun fasilitas permanen di sana.
"Pasukan akan tinggal di sana selama itu untuk keuntungan Rusia, dan untuk memenuhi tanggung jawab internasional kami," kata Putin dalam acara televisi tahunannya pada Kamis (7/7).
Menurut Putin, perang Suriah adalah pengalaman unik bagi pasukan Rusia.
Pertama, penggunaan pasukan bersenjata digunakan untuk meningkatkan kemampuan tentara. "Tidak ada latihan militer yang bisa dibandingkan dengan penggunaan kekuatan dalam kondisi pertempuran," kata Putin.
Putin mengakui ribuan militan meninggalkan Rusia dan negara-negara Asia Tengah dan berkumpul di tanah Suriah. Hal itu, kata ia, lebih baik karena berurusan langsung dengan mereka di medan perang.
"Lebih baik untuk berurusan dengan mereka di sana, melikuidasi mereka di sana, daripada membiarkan mereka datang, kembali ke sini dengan senjata di tangan," katanya menambahkan.
Kremlin pertama kali meluncurkan serangan udara di Suriah pada September 2015 dalam intervensi terbesar Timur Tengah dalam beberapa dekade. Ini mengubah gelombang konflik dalam mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Putin juga berkomentar terkait kemungkinan perang dunia ketiga. Ia mengatakan, untuk mengantasipasi hancurnya peradaban, semua pihak harus cukup menahan diri. Meskipun ia menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan langkah provokatif.
"Menahan masing-masing negara dari arena internasional, mencegah kekuatan militer dari membuat gerakan tergesa-gesa, dan memaksa masing-masing pihak untuk saling menghormati satu sama lain," katanya.
Menurut dia, penarikan AS dari perjanjian rudal antibalistik adalah upaya untuk mengakhiri kesamaan strategis. "Tetapi kami akan menanggapi ini," kata Putin tanpa memerinci.
Sementara itu, Suriah menolak seruan AS untuk menarik pasukan Iran dan militan Hizbullah Lebanon dari negara tersebut. Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mikdad mengatakan kepada kantor berita Sputnik Rusia, rencana itu bahkan tidak ada dalam agenda karena menyangkut kedaulatan Suriah.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah mengeluarkan daftar tuntutan bagi kesepakatan nuklir baru dengan Iran. Salah satu tuntutannya adalah penarikan pasukan Iran dari Suriah karena Teheran telah memberikan dukungan penting kepada pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Menanggapi tuntutan itu, Mikdad menegaskan, Suriah sangat menghargai dukungan militer dari Rusia serta dukungan dari Iran dan Hizbullah. Menurut dia, Suriah tidak bisa membiarkan siapa pun mengangkat isu penarikan pasukan Iran.