Ahad 10 Jun 2018 11:35 WIB

Taliban Setujui Gencatan Senjata Selama Idul Fitri

Ini pertama kalinya dalam 17 tahun konflik, militan umumkan gencatan senjata

Rep: Crystal Liestya Purnama/ Red: Bilal Ramadhan
Taliban di Afganistan (ilustrasi).
Foto: aljazirah
Taliban di Afganistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban mengumumkan gencatan senjata pertamanya sejak invasi Amerika Serikat (AS) tahun 2001 pada Sabtu (9/6). Pihaknya menyatakan akan melakukan penghentian permusuhan terhadap pasukan keamanan Afghanistan selama tiga hari pada Idul Fitri.

Namun itu tidak berlaku terhadap pasukan keamanan asing, yang mereka sebut sebagai penjajah asing. Pasukan keamanan asing akan terus menjadi sasaran kelompok militan itu.

Langkah yang tak terduga itu terjadi dua hari setelah pengumuman mengejutkan pemerintah Afghanistan mengenai penghentian operasi selama sepekan melawan Taliban. Ini adalah pertama kalinya dalam hampir 17 tahun konflik bahwa para militan telah mengumumkan gencatan senjata, meskipun terbatas.

"Semua 'mujahidin' diarahkan untuk menghentikan operasi serangan terhadap pasukan Afghanistan selama tiga hari pertama Idul Fitri," kata Taliban dalam pesan Whatsapp kepada wartawan, dilaporkan the Gulf Today,Ahad (10/6).

Tapi pihaknya juga menambahkan bahwa jika anggotanya diserang maka mereka akan membela diri. Taliban mengatakan "penjajah asing" adalah pengecualian untuk pesanan yang dikirim ke anggotanya di seluruh negeri.

"Operasi kami akan terus melawan mereka, kami akan menyerang mereka di mana pun kami melihatnya," katanya.

Bahkan penghentian permusuhan yang singkat akan membawa bantuan selamat datang bagi warga sipil di negara yang dilanda perang itu. Mereka yang membayar harga yang tidak proporsional dalam jumlah korban yang signifikan sebagai akibat dari konflik tersebut.

Hanya tiga hari Taliban tidak membunuh kita. Taliban telah memenangkan hati kami, jika mereka melakukan kesepakatan damai dengan pemerintah Afghanistan, orang-orang Afghanistan akan membawa mereka di pundak mereka dengan cinta, kata Shah Jahan Siyal, seorang penduduk ibukota provinsi Nangarhar, Jalalabad, menulis di Facebook.

Dalam beberapa tahun terakhir militan yang bangkit kembali, bersama dengan Daesh, telah meningkatkan serangan mereka di Kabul. Hal itu menjadikannya tempat paling mematikan di negara itu bagi warga sipil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement