Rabu 13 Jun 2018 14:13 WIB

Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un Menyisakan Rintangan

Denuklirisasi Korut menuntut teknis yang masih menyisakan banyak kendala.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6).
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai mengatakan masih ada sejumlah rintangan untuk denuklirisasi Korea Utara setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un.

"Masih ada sejumlah langkah yang harus dilakukan agar denuklirisasi di Korut terwujud dan bukannya tidak mungkin berbagai rintangan harus dihadapi," ujar dia dalam keterangan pers, Rabu (13/6).

Hikmahanto menjelaskan, rintangan pertama adalah berkaitan dengan perilaku Donald Trump. Hal itu mengingat pasca-pertemuan, Trump merasa dirinya keluar sebagai pemenang perang. Perilaku seperti itu akan memprovokasi Kim Jong-un, bahkan rakyat Korut, untuk bereaksi negatif dan berdampak pada perundingan teknis.

Kedua, dunia perlu memperhatikan situasi politik dalam negeri di Korut. Bila ada loyalis orang tua dan kakek Kim Jong-un yang kecewa dengan hasil pertemuan, menjadi pertanyaan apakah mereka tidak akan melakukan kudeta atas kepemimpinan Kim Jong-un. Bila kudeta terjadi, maka akan berdampak pada pertemuan teknis.

"Selanjutnya yang menjadi tantangan adalah apa rumusan-rumusan teknis sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Trump dan Kim Jong-un," ujarnya.

Hal itu misalnya, kata Hikmahanto, program denuklirisasi Korut apakah akan disertai dengan penarikan mundur tentara AS di Korea Selatan, bahkan Jepang. Demikian pula apakah kelanjutan dinasti Kim akan dijamin keberlanjutannya di Korut seiring dengan lebih sejahteranya rakyat Korut, terwujudnya demokratisasi, dan penghormatan terhadap HAM. "Dalam kaitan ini apakah AS dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam penjatuhan rezim Kim," ungkapnya.

Kekhawatiran itu menilik dari pengalaman sejumlah negara di Timur Tengah di mana AS berada di belakang militan yang ingin menjatuhkan pemimpin yang otoriter, mulai dari Saddam Hussein hingga Muamar Gaddafi. Selain itu, dia menilai banyak lagi isu-isu yang menjadi tantangan bagi tim teknis untuk dapat dirumuskan.

"Intinya tim teknis akan menghadapi situasi di mana "Setannya berada pada isu teknis (the Devil is on the Details)," ujarnya.

Presiden Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara telah membuat pernyataan bersama yang terdiri dari empat poin dalam pertemuannya di Singapura. Sebagaimana telah diduga pernyataan tersebut masih bersifat umum dan kedua pemimpin sepakat untuk menindak-lanjuti secara teknis. Menlu Michael Pompeo dan pejabat tinggi dari Korut pun akan segera melakukan pembicaraan.

Baca: Cina Paling Diuntungkan dari Pertemuan Trump dan Kim Jong-un

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement