Kamis 14 Jun 2018 01:30 WIB

Moeldoko: Kita Harus Hargai Niat Baik Kim Jong-un

Salah satu tantangan perdamaian Semenanjung Korea adalah menyepakati hal teknis.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un di Singapura sebagai langkah kemajuan bagi perdamaian dunia.

Terlepas dari keseriusan pertemuan tersebut, menurut Moeldoko, peristiwa ini adalah momentum yang sangat bersejarah dan niat Presiden Kim menghentikan program nuklirnya harus dihargai.

"Bagi sebuah negara, yang perlu kita lihat adalah niatnya," kata Moeldoko di Jakarta, Rabu (13/6).

Pertemuan telah mencapai klimaks yang ditandai kedua pemimpin tersebut sudah mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi empat poin. Dalam hal politik luar negeri, dikatakan Moeldoko, niat sebuah negara adalah hal yang sangat perlu diperhitungkan. "Ketika mau berperang, niat itu yang perlu kita kenali," ujar purnawirawan jenderal bintang empat TNI AD itu.

Ia menceritakan, ketika masih aktif menjadi Panglima TNI, ia pernah menghadiri pertemuan di AS. Pada kesempatan itu, ia diminta agar Indonesia turut aktif menjaga keseimbangan keamanan akibat aktivitas pengayaan nuklir di Semenanjung Korea.
"Karena harus diakui, pengembangan senjata nuklir Korea Utara ini berimplikasi pada psikologis negara-negara tetangganya," ungkap Moeldoko.

Setelah mengenali niat sebuah negara, sambung Moeldoko, langkah selanjutnya adalah komunikasi. Sebagai contoh, ia menceritakan tentang ketegangan yang pernah terjadi antara Indonesia dengan Malaysia dalam hal perbatasan di Kalimantan.
"Saya tetap segaris dengan pemerintah, bahwa Malaysia harus membongkar fasilitasnya di perbatasan."

Di sisi lain, sebagai panglima, ia juga berdiplomasi dengan militer negara tetangga itu.
Diplomasi agar tak terjadi gesekan pada masa mendatang, sebelum ada keputusan politik dari negara, menurutnya, tentara tidak boleh bertindak sendirian.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan, masyarakat internasional perlu bersyukur pertemuan Trump-Kim berjalan positif dan memberi suatu harapan bagi perdamaian abadi di semenanjung Korea. "Hanya saja dunia tidak seharusnya larut dalam kegembiraan," tulis Hikmahanto melalui keterangan tertulis.

Baca juga, Bertemu Trump, Kim Jong-un: Senang Bertemu Tuan Presiden.

 

Hikmahanto membeberkan masih ada sejumlah langkah yang harus dilakukan agar denuklirisasi Korut terwujud. Yang menjadi tantangan adalah merumuskan kesepakatan lebih teknis, semisal penarikan mundur tentara AS di Korea Selatan atau Jepang, seiring dengan program denuklirisasi Korut. "Tentu masih banyak lagi isu-isu yang menjadi tantangan bagi tim teknis untuk dapat dirumuskan," ujar Hikmahanto.

Pertemuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang menjadi hal bersejarah. Kim Jong-un mengundang Trump untuk mengunjungi Korea Utara selama KTT bersejarah mereka, dan Presiden AS itu menerimanya.

Pertemuan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu di Singapura pada Selasa (12/6), menjadi saksi pemimpin negara demokrasi paling kuat di dunia itu bersalaman dengan generasi ketiga pemimpin Korea Utara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement