REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dengan padang pasir berdebu melanda kawasan, negara-negara di Afrika Utara dan Timur Tengah harus menyiapkan diri lebih baik menghadapi kekeringan karena kekurangan air diproyeksikan akan memburuk.
Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) PBB, Jumat (15/6), mengatakan lebih dari 40 tahun terakhir, kekeringan telah berlangsung lebih lama dan relatif sering terjadi di kawasan itu. Di tempat ini, lokasi sumber air bersih termasuk di antara paling rendah di dunia.
Sepertinya keadaan akan memburuk akibat perubahan iklim. Kawasan itu harus melaksanakan rencana-rencana kuat menghadapi keadaan terburuk.
"Kami perlu mamandang dan mengelola kekeringan secara berbeda, dan beralih dari tanggap darurat ke kebijakan proaktif dan perencanaan berjangka panjang guna mengurangi risiko-risiko dan membangun ketahanan lebih besar," kata Wakil Kepala kantor FAO Rene Castro dalam sebuah pernyataan.
Laporan itu merekomendasikan menanam tumbuhan yang perlu sedikit air, dengan menggunakan sistem irigasi lebih efisien air, atau menurunkan jumlah ternak untuk mencegah banyak konsumsi rumput. Sejumlah desa di bagian barat daya Maroko dekat gurun Sahara juga telah menggunakan proyek pengumpulan uap air yang diproses menjadi air guna mengatasi kekurangan air.
Jumlah penduduk dan tuntutan pangan, ditambah lagi air dan sumber daya tanah yang makin langka, dapat mengakibatkan harga-harga makanan dua kali lipat dan memicu keresahan sipil di beberapa negara berkembang. Kelangkaan air sudah mempengaruhi lebih 40 persen penduduk dunia. Angka itu bisa naik akibat pemasanan global, dengan satu di antara empat orang diproyeksikan menghadapi kekurangan kronis atau kekurangan lagi pada 2050.