Senin 18 Jun 2018 06:38 WIB

Mesir Naikkan Harga BBM dan Elpiji

Kenaikan itu dimaksudkan untuk merombak ekonomi negara yang sedang sakit.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Warga Mesir di salah satu sudut Pasar Khan Khalili, Mesir (ilustrasi)
Foto: AP
Warga Mesir di salah satu sudut Pasar Khan Khalili, Mesir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir mengumumkan kenaikan tajam harga bahan bakar dan elpiji pada Sabtu (16/6). Kebijikan ini dilakukan sebagai bagian dari langkah penghematan negara tersebut. Kenaikan itu dimaksudkan untuk merombak ekonomi negara yang sedang sakit.

Dilansir di New York Times pada Ahad (17/6), ini adalah ketiga kalinya pemerintah menaikkan harga BBM sejak akhir 2015. Pihak berwenang juga menaikkan tarif transportasi hingga 20 persen pada Sabtu.

Para pejabat mengumumkan kenaikan saat sebagian besar masyarakat Mesir merayakan Idul Fitri. Pada Mei lalu, ada demonstrasi kecil terhadap kenaikan tarif untuk metro Kairo.

Warga Mesir menggunakan sosial media sosial memprotes kenaikan harga baru itu. Dalam beberapa pekan terakhir, pihak berwenang menaikkan tarif metro hingga 250 persen, air minum hingga 45 persen, dan listrik sebesar 26 persen.

Kenaikan ini terjadi karena Mesir ingin melakukan perbaikan ekonomi yang lebih luas, termasuk pemotongan subsidi dan memberlakukan pajak pertambahan nilai dan flotasi mata uang. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk memenuhi syarat pinjaman dana talangan tiga tahun sebesar 12 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari Dana Moneter Internasional, yang dijamin Mesir pada 2016.

Langkah-langkah penghematan mendapat pujian dari para ekonom dan pemimpin bisnis. Tetapi menjadi pukulan berat bagi orang Mesir kelas menengah dan miskin.

"Meskipun saya tidak menentang reformasi ekonomi, mereka dapat dilaksanakan secara bertahap dan dengan cara yang lebih baik untuk menghindari dampak bencana pada orang miskin," kata seorang legislator oposisi Haitham el-Harirri.

Presiden Abdel Fattah al-Sisi membela keputusan pemerintahannya memangkas subsidi. Dia beralasan ekonomi Mesir masih belum pulih dari kerusuhan setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan penguasa otoriter lama Hosni Mubarak. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement