REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Seorang anggota tarekat Sufi Iran diketahui telah menerima hukuman mati tanpa pengadilan yang adil. Mohammad Salas yang berusia 51 tahun merupakan tersangka insiden bus yang menewaskan tiga petugas kepolisian dan dua anggota pasukan keamanan selama protes pada Februari silam di Teheran.
Dilansir AP, pria itu menerima hukuman mati pada bulan Maret dan dieksekusi di depan publik hari ini. Salas adalah anggota kelompok Gonabadi Darwis, yang telah melakukan protes di ibu kota Iran terhadap dugaan penindasan agama oleh pemerintah, dan ancaman penangkapan pemimpinnya, Noor Ali Tabandeh, 90 tahun.
Salas dilaporkan mengemudikan bus yang melindas para perwira, ketika mereka berusaha menahan protes di distrik Pasdaran, Teheran. Sedikitnya 30 polisi lainnya terluka dalam insiden itu, menurut kantor berita Tasnim.
Insiden pada bulan Februari itu diambil dari rekaman video dan diedarkan secara luas di internet. Hukuman mati dikritik di media sosial dalam beberapa hari terakhir, dengan banyak yang mengatakan pria 51 tahun itu belum menerima pengadilan yang adil. Dalam sebuah pernyataan, Amnesty International mengatakan sangat terkejut melihat proses eksekusi Salas.
Laporan media mengatakan bahwa Salas telah mengajukan pengakuan setelah penangkapannya, tetapi dia kemudian mencabutnya dan mengatakan bahwa dia telah mengaku di bawah tekanan. Dalam pernyataan audio yang dikeluarkan oleh pengacara Salas, Salas mengatakan, "Saya bahkan tidak bisa membunuh seekor semut," menurut laporan oleh kelompok itu, Iran Human Rights Monitor.
Para saksi tampaknya mengatakan bahwa ada orang lain di belakang kemudi bus. Banding yang diajukan oleh pengacara Salas ditolak. Setidaknya 300 anggota kelompok Darwis Gonabadi juga ditangkap pada saat protes berlangsung.
Pada Januari, setidaknya 10 anggota kelompok dipenjarakan di provinsi Fars selatan. Pengikut lainnya dilaporkan ditahan di Penjara Evin Teheran.
Pengikut Darwis Gonabadi adalah Muslim Syiah, seperti mayoritas orang Iran. Namun, mereka mengikuti jalan mistis dan tidak mematuhi pemimpin agama resmi negara.