Selasa 19 Jun 2018 00:55 WIB

Pimpinan Taliban Marahi Anggotanya yang Berswafoto

Anggota Taliban dan tentara Afghanistan melakukan swafoto

Pejuang Taliban
Pejuang Taliban

REPUBLIKA.CO.ID, PESHAWAR -- Pimpinan Taliban marah terhadap para anggotanya yang berswafoto dengan tentara dan pejabat pemerintah  Afghanistan ketika berlangsung gencatan senjata selama tiga hari. Para anggota Taliban memasuki kota-kota yang dikuasai tentara pemerintah sebelum gencatan senjata berakhir.

Seorang pejabat Taliban yang dirahasiakan identitasnya mengatakan pada Senin (18/6) bahwa pimpinan dan panglima tertinggi Taliban, Syeh Haibatullah Akhunzada, tidak setuju dengan aksi gencatan senjata tersebut. Sebelumnya, Pakistan menginginkan Taliban juga mencakup tentara Amerika Serikat dan asing lainnya melakukan gencatan senjata.

"Semalam sebuah pertemuan mendadak diadakan dan seluruh panglima diberitahu dan diperintahkan untuk memberlakukan aksi disiplin terhadap semua anggota Taliban yang mengunjungi warga dan berfoto bersama dengan pihak berwenang Afghanistan," kata dia kepada Reuters.

Sejumlah anggota Taliban yang terlihat berfoto dengan pasukan pemerintah dan pejabat Afghanistan telah diperingatkan, kata pejabat Taliban tersebut.

Pemerintah Afghanistan dan kelompok militan itu memberlakukan gencatan senjata temporer untuk menghormati libur Idul Fitri. Para anggota Taliban pergi ke kota-kota dari tempat persembunyian mereka memanfaatkan gencatan senjata tersebut.

Gencatan senjata pemerintah tak mencakup kelompok militan ISIS dan Taliban tidak memasukkan pasukan pimpinan AS dalam gencatan senjata mereka. Gencatan senjata Taliban berakhir pada saat matahari terbenam pada Ahad. Pemerintah memperpanjang gencatan senjatanya dengan Taliban, yang akan berakhir Rabu (20/6) besok.

Seorang panglima Taliban lainnya, yang juga tak bersedia jati dirinya disebutkan, mengatakan bahwa beberapa serangan telah direncanakan di Provinsi Helmand, di bagian selatan Afghanistan, tempat bentrokan-bentrokan singkat diberitakan terjadi.



sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement