Selasa 19 Jun 2018 13:42 WIB

PBB Khawatir Anak-Anak Korban Kebijakan Imigrasi AS

Kebijakan imigrasi AS memisahkan anak-anak dari orang dewasa.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku khawatir dengan kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait para pencari suaka. PBB menilai kebijakan tersebut telah memisahkan anak-anak para pencari suaka dengan keluarga masing-masing.

"Washington harus mencari cara untuk mengelola arus pencari suaka tanpa menghukum mereka, yang seringkali merupakan orang yang memiliki kualifikasi untuk mencari perlindungan," kata Komisioner Tinggi terkait Pengungsi PBB Filippo Grandi.

Grandi mengaku PBB telah mengungkapkan kekhawatiran mereka kepada
pemerintahan Presiden Donald Trump. Menurut Grandi, tidak sedikit negara
besar yang menerapkan kebijakan imigrasi yang buruk.

Dia mengatakan, negara-negara itu kerap melakukan kebijakan retoris terkait para pencari suaka. Negara-negara itu biasa mengacuhkan kewajiban mereka untuk membantu orang-orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Berdasarkan data yang didapat dari Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) para pencari suaka secara global tumbuh signifikan dari 2,9 juta menjadi 25,4 juta pada 2017 lalu. Angka itu ditambah dengan sekitar 43,1 juta warga yang terpaksa melarikan diri dari negara mereka.

Grandi mengatakan, sebagian besar para pengungsi itu mencari suaka di negara-negara miskin. Menurutnya, hanya sedikit orang yang mencari perlindungan ke dunia barat.

Dia mengatakan, kewajiban menolong orang yang membutuhkan justru kerap
digunakan para politisi di pemerintahan untuk mendapatkan dukungan suara. Kebijakan semacam inilah yang dia maksud dengan tercela dan tidak bertanggung jawab.

AS menjadi salah satu negara dengan permasalahan pencari suaka terbesar di dunia. Paman Sam sempat menerima 110 ribu pencari suaka dalam akhir masa pemerintahan Barrack Obama. Namun angka itu menyusut jauh dalam pemerintahan Trump, yang hanya menerima 45 ribu pencari suaka. "Saya khawatir jika angka itu akan terus berkurang menyusul pengetatan keamanan dan pemotongan anggaran," kata Grandi.

AS menerapkan kebijakan nol toleransi terkait imigran yang diperkenalkan pada Mei lalu. Kebijakan itu memberikan hukuman pidana bagi orang-orang yang masuk ke AS secara ilegal, termasuk pencari suaka. Akibatnya, anak-anak yang ikut bersama mereka harus dipisahkan dari orang-orang dewasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement