REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia telah mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan penyelidikan nasional mengenai pelecehan seksual di tempat kerja. Lebih dari 20 persen warga Australia yang berusia di atas 15 tahun telah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.
Penyelidikan akan memakan biaya sekitar 900 ribu dolar Australia (setara Rp 9,37 miliar dengan kurs Rp 10.415 per dolar Australia), lebih dari setengahnya didanai oleh pemerintah. Penyelidikan akan diawasi oleh Komisaris Diskriminasi Seks.
"Penyelidikan ini sebagian merupakan respon terhadap gerakan #MeToo global terhadap perilaku seksual yang tidak senonoh," kata Komisaris Diskriminasi Seks, Kate Jenkins.
Pemerintah menyebut penyelidikan akan dilakukan dalam 12 bulan, sebagai yang paling komprehensif dari jenisnya secara global. Ini akan bertujuan untuk menerapkan standar gerakan, termasuk kemungkinan pengenalan hukum pidana baru.
“#MeToo telah mengakibatkan banyak wanita dan pria berbicara tentang pelecehan seksual dan kami tahu tempat kerja ingin melakukan yang lebih baik," kata Jenkins, Rabu (20/6), dilansir BBC.
Komisi Hak Asasi Manusia Australia (AHRC) telah menggambarkan pelecehan seksual sebagai masalah persisten dan meluas di tempat kerja Australia. Dikatakan lebih dari 20 persen warga Australia yang berusia di atas 15 tahun telah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.
Meskipun sebagian besar majikan memiliki kebijakan anti-pelecehan, Jenkins mengatakan ini tidak benar-benar mengubah perilaku di tempat kerja. "Kami harus terus bekerja untuk menciptakan masyarakat di mana perilaku semacam ini tidak terpikirkan, dan di mana pelecehan seksual di tempat kerja bukanlah sesuatu yang harus dihadapi oleh orang," katanya.
Menurut hukum Australia, pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala bentuk dorongan seksual atau perilaku seksual yang tidak diinginkan. Dalam kasus ini seseorang merasa tersinggung, terhina atau terintimidasi.
Awal tahun ini, Inggris meluncurkan penyelidikan komisi parlemen ke pelecehan seksual di tempat kerja dan di depan umum. Namun pemerintah Australia mengatakan penyelidikannya belum pernah terjadi sebelumnya secara global karena skala dan pengawasannya yang besar oleh AHRC, sebuah badan hak asasi manusia yang independen.
"Kami tidak dapat menemukan negara lain yang melihat masalah ini secara komprehensif," kata Menteri Wanita Kelly O'Dwyer.
Meskipun bukan badan legislatif, AHRC dapat membuat rekomendasi tentang hukum kepada pemerintah federal dan negara bagian. Jenkins mengatakan bahwa semua opsi akan dipertimbangkan, termasuk kemungkinan merekomendasikan hukum pidana.