Ahad 24 Jun 2018 13:44 WIB

Palestina Ragukan Konsep Perdamaian AS

Pengabaian posisi Palestina di Yerusalem merupakan jalan buntu bagi perdamaian.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Tentara Israel memeriksa layang-layang yang membawa bara api dan minyak untuk dijatuhkan di lahan-lahan Israel ketika ribuan demonstran Palestina berkumpul di dekat pagar perbatasan antara Gaza dan Israel.
Foto: EPA-EFE/Abir Sultan
Tentara Israel memeriksa layang-layang yang membawa bara api dan minyak untuk dijatuhkan di lahan-lahan Israel ketika ribuan demonstran Palestina berkumpul di dekat pagar perbatasan antara Gaza dan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina meragukan konsep perdamaian Palestina-Israel yang digagas Amerika Serikat (AS). Terlebih, perdamaian antara kedua negara dapat tercapai hanya bila Palestina diakui sebagai negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Perdamaian sejati menuntut komitmen terhadap resolusi legitimasi internasional yang didasarkan pada pengakuan pembentukan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya pada 1967," ujar juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeina pada Sabtu (23/6), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.

"Ide-ide Amerika atau kesepakatan yang mengabaikan posisi Palestina di Yerusalem, kenegaraan, dan pengungsi hanya akan mengarah pada jalan buntu," kata Rudeina.

Pernyataan Rudeina ini berkaitan dengan kunjungan penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner dan utusan khusus AS untuk Timur Tengah (Timteng) Jason Greenblatt. Keduanya mengadakan pembicaraan dengan Raja Yordania Abdullah II, Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani.

Kushner dan Greenblatt juga bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada Jumat (22/6).

Banyak pengamat meyakini bahwa kunjungan Kushner dan Greenblatt bertujuan menyuarakan rencana dan persyaratan yang diusulkan Presiden AS Donald Trump untuk mencapai penyelesaian konflik Palestina-Israel. Namun, rencana tersebut diperkirakan belum merangkum hak-hak fundamental Palestina.

Rudeina mengatakan AS harus berhenti mengejar alternatif politik imajiner dan proyek yang memecah negara Palestina. Tak ada jalan lain untuk mencapai perdamaian selain mengakui Palestina sebagai negata merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya melalui mekanisme internasional.

"Sebuah solusi untuk konflik hanya mungkin dengan rakyat Palestina dan kepemimpinan nasional mereka, didukung oleh saudara-saudara Arab mereka secara keseluruhan dan pemerintah mereka," kata Rudeina.

Pada Desember tahun lalu, AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sejak saat itu, Palestina tak lagi menghendaki AS menjadi mediator perdamaian  antara negaranya dengan Israel. Hal ini karena AS dianggap telah berpihak dan membela kepentingan Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement