REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Presiden Argentina Mauricio Macri pada Senin (25/6) mengecam pemogokan umum 24-jam yang diselenggarakan oleh Konfederasi Umum Pekerja (CGT). Mogok kerja akbar itu telah melumpuhkan negara Amerika Selatan tersebut.
Ketika berbicara di Children's Hospital Doctor Debilio Blanco Villegas, di kota kelahirannya, Tandil, Macri mencela keputusan CGT tersebut, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam. Ia mengatakan, "Pemogokan tidak memberi sumbangan apa-apa, semua itu tidak menambah apa-apa."
Di dalam satu wawancara dengan harian lokal Tandil, El Eco, Macri mengatakan pemogokan tersebut "tidak masuk akal sebab tak pernah ada pemerintah dalam beberapa dasawarsa yang sangat peduli mengenai lapangan kerja, mengenai pekerja, mengenai menggerakkan kesempatan baru dan memperkuat usaha yang ada guna menciptakan lapangan kerja baru".
Ia menambahkan meskipun terjadi pemogokan, kedua pihak mesti duduk bersama dalam dialog terbuka.
CGT, serikat pekerja utama di Argentina, menyerukan pemogokan untuk menuntut kenaikan gaji dan memperlihatkan penolakan mereka terhadap langkah penghematan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah.
Pemogokan pada Senin adalah yang ketiga yang dilakukan CGT terhadap pemerintah Macri sejak Desember 2015. Pemogokan itu, yang diatur pada 12 Juni, didukung oleh serikat pekerja besar lain, termasuk Workers' Center Argentina.
Semua serikat pekerja yang ikut telah datang dari industri besar utama termasuk angkutan kota, penerbangan, perbankan, pendidikan, dan pengumpul sampah. Anggota pegawai negara dan kehakiman juga telah memperlihatkan dukungan mereka.
Juan Carlos Schmid, Sekretaris Jenderal CGT, mengatakan dalam satu taklimat bahwa "pemogokan berkembang ke seluruh negara dan ada tingkat kepatuhan tinggi. Pemogokan umum menandakan kegagalan dialog politik dan sosial. CGT telah sampai pada keputusan ini setelah menguras semua kemungkinan lain".