Rabu 27 Jun 2018 17:21 WIB

Syarat Uni Emirat Arab demi Damai di Yaman

PBB sedang berupaya melakukan terobosan dalam konflik tiga tahun tersebut.

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.
Foto: Yahya Arhab/EPA
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan koalisi Arab siap bekerja sama dengan utusan PBB untuk mengakhiri pertempuran di Yaman.  Namun Houthi harus keluar dari kota pelabuhan Hodeidah sebagai syarat kesepakatan damai.

Utusan PBB Martin Griffiths mengunjungi kota selatan Aden pada Rabu (27/6) untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden yang digulingkan Abd-Rabbu Mansour Hadi di ibu kota sementara pemerintah. Sebelumnya, utusan PBB telah melakukan pembicaraan serupa dengan Houthi di Sanaa pekan lalu.

Griffiths telah berhasil menjaga saluran komunikasi terbuka dengan para pemimpin Houthi. Ini berbeda dengan pendahulunya yang dituduh tidak menjaga netralitas.

PBB sedang berupaya melakukan terobosan dalam konflik tiga tahun yang telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan paling mendesak di dunia. Jutaan orang menghadapi kelaparan dan penyakit.

Houthi menguasai ibu kota dan daerah yang paling padat penduduknya. Aliansi negara-negara Arab yang dipimpin UEA dan Arab Saudi telah berjuang sejak 2015 untuk memulihkan pemerintahan Hadi. Mereka menggambarkan Houthi sebagai pion-pion Iran. Namun Houthi menolak klaim ini.

Koalisi meluncurkan serangan terbesar bulan ini di Hodeidah, kota pelabuhan utama Yaman. Mereka merebut bandara itu pekan lalu.

Masyarakat internasional khawatir krisis kemanusiaan bisa memburuk karena konflik di pelabuhan menyebabkan gangguan dalam pasokan bantuan. Pasukan yang didukung UAE telah berkonsolidasi di dekat bandara sebelum menuju ke pelabuhan.

Menteri negara UAE untuk kerja sama internasional, Reem al-Hashimy mengatakan   koalisi memiliki hubungan dekat dengan utusan PBB Giffiths. Koalisi ingin melihat kesimpulan positif dari kunjungan itu.

"Namun ada unsur-unsur tertentu yang  tidak akan kami goyahkan. Penarikan Houthi dari kota itu penting," katanya.

Menurutnya, utusan PBB membutuhkan waktu sekitar satu pekan atau lebih untuk menyelesaikan misinya. "Itu cukup rumit. Jumat atau Sabtu pekan ini, itu akan berakhir. Kami terus mengambil pendekatan yang sangat terukur dan taktis," kata al-Hashimi.

Sumber-sumber Barat mengatakan Houthi telah mengindikasikan mereka  bersedia menyerahkan pengelolaan pelabuhan Hodeidah ke PBB. Washington mendorong orang-orang Arab untuk menerima kesepakatan itu.

Baca juga: Ledakan Rudal di Riyadh Getarkan Gedung KBRI

Namun, masih harus dilihat apakah Houthi bisa dibujuk meninggalkan kota. Mereka telah bersiap untuk pertempuran di daerah perkotaan, di mana kekuatan negara-negara Arab akan menghadapi perlawanan yang lebih keras daripada yang mereka miliki sejauh ini.

Penduduk mengatakan Houthi sedang menggali parit, membangun tanggul pertahanan dan memperkuat barisan mereka dengan pasukan di Hodeidah dan di kota-kota lain di sekitar kota. Seorang guru di kota Hodeidah, Houda Ahmed mengatakan orang-orang takut akan kematian. Mereka berharap utusan PBB dapat menciptakan kesepakatan damai dan mencegah perang.

Pesawat-pesawat koalisi terus menggempur daerah-daerah yang dikendalka  Houthi, terutama kota-kota sekitar Hodeidah. Sumber-sumber medis mengatakan, sembilan warga sipil tewas dan 11 orang cedera ketika sebuah serangan udara menghantam sebuah bis di kota Zabid, di tenggara Hodeidah. Koalisi tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar.

photo
Kondisi wilayah di Sanaa, Yaman, akibat perang antara milisi Houthi dan pendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Negara-negara Barat diam-diam mendukung negara-negara Arab secara diplomatis. Amerika Serikat, Inggris dan Prancis menghasilkan miliaran dolar per tahun dalam persenjataan. Sebuah konferensi di Paris tentang Yaman dilaksanakan pada Rabu (27/6). Konferensi yang  dipimpin bersama Prancis dan Arab Saudi telah diturunkan dari tingkat menteri ke tingkat ahli.

Baik Houthi maupun kelompok bantuan tidak akan hadir. Pejabat Prancis mengatakan mereka  berharap negara-negara Arab dapat mengurangi situasi krisisi kemanusiaan.

Sumber diplomatik Prancis mengatakan Saudi telah mengindikasikan siap menawarkan beberapa konsesi, termasuk memungkinkan lebih banyak penerbangan ke dan dari bandara San'aa yang dikontrol Houthi. Mereka juga bersedia memberi visa lebih banyak bagi para pekerja kemanusiaan dan menciptakan satu sistem pemeriksaan ke pelabuhan Hodeidah.

"Diskusi sebelumnya membuat kita berpikir mereka dapat melangkah lebih jauh dalam hal ini," kata sumber itu.

Negara-negara Arab mengatakan mereka harus merebut kembali Hodeidah untuk merebut sumber pendapatan utama Houthi dan mencegah penyelundupan senjata. Koalisi telah menjanjikan operasi militer cepat untuk mengambil bandara dan pelabuhan tanpa memasuki kota. Ini untuk meminimalkan korban sipil dan menjaga bantuan tetap mengalir.

Menurut kesaksian penduduk, pertempuran  menunjukkan tanda-tanda mereda dalam dua hari terakhir, meskipun Houthi menembakkan rudal ke ibu kota Saudi, Riyadh pada Ahad (24/6).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement