Kamis 28 Jun 2018 15:39 WIB

Erdogan tak akan Perpanjang Status Darurat di Turki

Status darurat telah diberlakukan sejak upaya kudeta militer pada Juli 2016 lalu.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan pada 20 Juli 2017 menyusul kudeta gagal sepekan sebelumnya. Status darurat masih berlaku sampai saat ini.
Foto: Kayhan Ozer/Pool Photo via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan pada 20 Juli 2017 menyusul kudeta gagal sepekan sebelumnya. Status darurat masih berlaku sampai saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan koalisi pemerintahnya telah sepakat untuk tidak memperpanjang status darurat di Turki. Status darurat yang terakhir ditetapkan baru akan berakhir pada Juli mendatang.

"Dalam perundingan, kesepakatan telah dicapai untuk tidak memperpanjang status darurat," tulis surat kabar Sabah yang pro pemerintah dalam laporannya, Kamis (28/6).

Status darurat telah diberlakukan sejak kudeta militer terhadap Pemerintah Turki terjadi pada Juli 2016 lalu. Status ini kemudian selalu diperpanjang setiap tiga bulan sejak saat itu. Sebelumnya Erdogan telah mengatakan bahwa ia akan mencabut status tersebut jika dia memenangkan pemilihan umum pada Ahad (24/6).

Status darurat memungkinkan Erdogan dan pemerintahannya untuk melangkahi parlemen dalam mengeluarkan undang-undang baru. Status ini juga memungkinkan Erdogan untuk menangguhkan hak dan kebebasan rakyat.

Sejumlah kritikus mengatakan, Erdogan telah memanfaatkan status darurat sebagai alat untuk membungkam perbedaan pendapat. Namun, Pemerintah Turki menegaskan, langkah-langkah itu diperlukan untuk menangkis ancaman keamanan.

Erdogan dan rekan koalisinya, pemimpin Nationalist Movement Party (MHP) nasional Devlet Bahceli, mengadakan pertemuan untuk membahas masalah itu pada Rabu (27/6) sore. Sebuah sumber mengatakan, Erdogan dapat memberikan jabatan kabinet kepada petinggi MHP, sebagai imbalan atas dukungan mereka untuk Justice and Development Party (AK) pimpinannya di parlemen.

Erdogan memenangkan 53 persen suara dalam pemilihan presiden. Kemenangan tersebut memperpanjang kekuasaannya sampai 2023, dengan kekuatan sistem presidensial eksekutif yang telah diputuskan melalui referendum tahun lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement