REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran telah membuka kembali pabrik nuklirnya yang sempat ditutup selama sembilan tahun. Atomic Energy Organization of Iran (AEOI) pada Rabu (27/6) mengatakan, Iran tengah bersiap untuk meningkatkan kapasitas pengayaan uranium jika kesepakatan nuklirnya dengan kekuatan dunia runtuh setelah penarikan Amerika Serikat (AS).
Ketegangan AS-Iran kembali bangkit sejak Presiden AS Donald Trump menarik Washington keluar dari perjanjian nuklir 2015. Trump menyebut kesepakatan itu cacat dan perlu dinegoisasi ulang.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Iran telah membatasi program pengayaan uraniumnya agar tidak dapat mengembangkan senjata nuklir. Sebagai imbalan, Iran mendapatkan bantuan untuk meringankan sanksi.
Negara-negara penandatangan dari Eropa telah berusaha menyelamatkan kesepakatan yang mereka anggap penting untuk mencegah pengembangan senjata nuklir Iran itu. Namun, bulan ini Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memerintahkan AEOI untuk memulai persiapan peningkatan kapasitas pengayaan uranium jika upaya Eropa gagal.
Baca juga, Israel Turut Campuri Kesepakatan Nuklir Iran
AEOI mengatakan, sebagai tanggapan atas perintah Khamenei sebuah pabrik untuk memproduksi UF6 telah dibuka kembali, dan satu barel yellowcake (bijih uranium) telah disimpan di sana. Yellowcake akan diubah menjadi gas yang disebut uranium hexafluoride (UF6) sebelum pengayaan.
Pabrik UF6 yang sudah tidak aktif sejak 2009 karena kurangnya yellowcake ini adalah bagian dari fasilitas konversi uranium yang ada di Kota Isfahan. "Iran telah mengimpor sejumlah besar yellowcake sejak kesepakatan nuklir pada 2015, dan juga telah memproduksinya di dalam negeri," ujar AEOI.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA), badan pengawas nuklir AS yang mengawasi kepatuhan Iran terhadap kesepakatan nuklir, mengatakan pada 5 Juni lalu, AEOI telah memberitahukan rencana tentatif Iran untuk melanjutkan produksi UF6. Langkah simbolis ini diizinkan di bawah kesepakatan nuklir, yang memungkinkan Iran untuk memperkaya uranium menjadi 3,67 persen, jauh di bawah 90 persen yang bisa dikembangkan menjadi senjata. Iran juga harus membatasi stok uranium hexafluoride yang diperkaya, hanya sebanyak 300 kilogram.
Presiden Iran Hassan Rouhani telah memperingatkan kepada Prancis, Jerman, dan Inggris, bahwa waktu untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir sudah hampir habis. Kepala staf Rouhani, Mahmoud Vaezi, yang pernyataannya dikutip oleh media pemerintah pada Rabu (27/6) mengatakan, Rouhani telah menyatakan tuntutan Iran dengan sangat jelas dalam suratnya.
Setelah menarik diri, Washington akan mulai menerapkan kembali beberapa sanksi ekonomi terhadap Teheran pada Agustus dan akan menerapkan lebih banyak lagi sanksi pada November.