REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran sedang mempelajari cara-cara agar bisa mengekspor minyak dan langkah-langkah lain untuk mengatasi sanksi-sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS). Akibat sanksi ekonomi ini nilai mata uang Iran, real, jatuh hingga 40 persen.
Kantor berita IRNA melaporkan pada Sabtu (30/6), sanksi tersebut menimbulkan protes-protes yang dilakukan oleh pedagang-pedagang yang biasanya setia kepada penguasa Iran. Berbicara setelah tiga hari protes-protes tersebut, pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei mengatakan sanksi-sanksi AS bertujuan untuk mengubah rakyat Iran melawan pemerintah mereka.
Baca juga, AS Ingin Menghapus Iran dari Pasar Minyak Dunia
Pengunjuk-pengunjuk rasa lainnya bentrok dengan polisi Sabtu (30/6) sore dalam demonstrasi akibat kekurangan air minum. "Mereka melakukan tekanan ekonomi untuk memisahkan negara dari sistem, tapi enam presiden sebelumnya sebelum dia (Trump) berusaha melakukan hal ini dan harus menyerah," kata Khamenei di lamannya Khamenei.ir.
Dengan pemberlakuan kembali sanksi-sanksi AS yang sepertinya untuk membuat negara itu sulit mengakses sistem keuangan global, Presiden Hassan Rouhani telah bertemu dengan ketua parlemen dan pengadilan untuk membahas langkah-langkah mengatasi sanksi-sanksi tersebut.
"Berbagai skenario ancaman terhadap ekonomi Iran oleh pemerintah AS dipelajari dan langkah-langkah tepat diambil untuk menghadapi kemungkinan sanksi-sanksi AS, dan mencegah dampak negatifnya," tulis IRNA.
Satu langkah yang akan diambil dengan mengusahakan efisiensi dalam produksi bensin, tambah laporan itu. Pemerintah dan parlemen juga membentuk sebuah komite untuk mempelajari pembeli potensial minyak dan cara-cara memperoleh pemasukan setelah sanksi-sanksi diberlakukan.
"Karena kemungkinan ada sanksi-sanksi AS terhadap Iran, komite akan memperlajari kompetensi pembeli dan bagaimana memproses penjualan minyak, alternatif-alternatif penjualan aman yang konsisten dengan hukum internasional dan tidak mengarah kepada korupsi dan pencatutan," kata kepala komite energi parlemen Iran, Fereydoun Hassanvand.
Seorang pejabat senior dari Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (26/6) mengungkapkan bahwa AS telah meminta kepada sekutu-sekutunya agar memutus semua impor minyak Iran mulai November.
Sementara IRNA melaporkan, dalam aksi unjuk rasa terpisah itu, para demonstran memprotes kekurangan air minum di wilayah bagian baratdaya Iran yang kaya minyak dan bentrok dengan polisi pada Sabtu malam setelah polisi memerintahkan sekitar 500 pemerotes untuk bubar.
Polisi melepaskan gas air mata karena para pemerotes merusak bank-bank dan membakar jembatan di kota Khorramshahr, kantor berita itu melaporkan kemudian, dengan menambahkan beberapa kerusuhan berlanjut hingga malam.