REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir dan empat negara lainnya menolak mendirikan pusat penerimaan dan menjadi negara tuan rumah bagi para imigran yang tiba di Uni Eropa. Pendirian pusat penerimaan adalah bagian dari rencana menyebarkan pencari suaka secara lebih merata di Eropa.
Pada Ahad (1/7), Mesir mengatakan mereka tidak akan membangun kamp pengungsi untuk para pendatang yang dideportasi dari negara Uni Eropa lain jika diminta. Pengumuman Mesir ini datang setelah perincian kesepakatan migrasi baru Uni Eropa mengungkapkan pemimpin blok itu akan berusaha membangun pusat penerimaan bagi pencari suaka di negara-negara mitra di Timur Tengah dan Afrika.
"Pusat penerimaan Uni Eropa untuk imigran di Mesir akan melanggar undang-undang dan konstitusi negara kami," ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Mesir Ali Abdel Aal kepada surat kabar Jerman, Welt am Sonntag.
Aal, yang ikut menyusun konstitusi Mesir pada 2014, mengatakan negaranya sudah memiliki sekitar 10 juta pengungsi dari Suriah, Irak, Yaman, Palestina, Sudan, Somalia, dan negara-negara lain. Semua pencari suaka di Mesir berhak mendapatkan perawatan kesehatan dan pendidikan gratis. Satu-satunya pengecualian, kata Aal, adalah imigran yang tiba di negara itu secara legal.
Para pemimpin Albania, Maroko, Tunisia, dan Aljazair juga mengatakan mereka akan menolak membangun pusat penerimaan bagi para imigran yang berusaha mencapai Uni Eropa. Pusat-pusat penerimaan adalah bagian dari kesepakatan imigran Uni Eropa yang diajukan Kanselir Jerman Angela Merkel. Kesepakatan tersebut dijelaskan dalam sebuah surat kepada mitra koalisi pada Sabtu (30/6).
Sementara mitra koalisi Merkel, Social Democrats (SPD), merilis rencana mereka sendiri ke majalah Spiegel. Mereka menolak kesepakatan Uni Eropa membuat pusat penerimaan imigran di luar Uni Eropa.