Selasa 03 Jul 2018 10:42 WIB

Trump Temui Presiden Baru Meksiko Bahas Kebijakan Imigrasi

Trump yakin Lopez Obrador akan membantu AS amankan perbatasan wilayahnya

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden baru Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador
Foto: The Independent
Presiden baru Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador

REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Presiden AS Donald Trump dan Presiden Meksiko terpilih Andres Manuel Lopez Obrador memulai komunikasi pertama mereka setelah pemilihan presiden Meksiko. Mereka membahas masalah imigrasi, perdagangan, dan keamanan.

Lopez Obrador, mantan walikota Meksiko berusia 64 tahun, menang telak dalam pemilihan umum Meksiko. Kemenangannya menjadi pukulan telak bagi partai-partai besar. Ia menjadi politisi kiri pertama yang memenangkan kursi kepresidenan Meksiko sejak 2000 lalu.

Dalam komentar kepada wartawan, Trump yakin Lopez Obrador akan membantu Amerika Serikat (AS) mengamankan perbatasan selatannya. "Saya pikir hubungan itu akan sangat bagus. Kita akan lihat apa yang terjadi, tapi saya benar-benar percaya itu akan menjadi sangat bagus," kata Trump.

Trump dan Lopez Obrador melakukan komunikasi melalui panggilan telepon. Trump mengatakan  mereka membahas kemungkinan kesepakatan perdagangan antara AS dan Meksiko.

Tak lama setelah itu, Lopez Obrador menyampaikan hasil komunikasinya dengan Trump di akun twitter pribadinya. Dia mengaku telah mengusulkan kesepakatan yang komprehensif untuk menciptakan lapangan kerja, imigrasi yang lebih rendah dan meningkatkan keamanan.

Dalam akunnya, Lopez Obrador tidak menyebutkan perdagangan. Trump juga tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang perjanjian perdagangan yang mungkin terjadi. Pembicaraan antara AS, Kanada dan Meksiko untuk merevisi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara 1994 (NAFTA) menjadi sulit.

Lopez Obrador,  mengatakan dalam sebuah wawancara TV Meksiko pada Senin bahwa dia menginginkan kesepakatan NAFTA yang mengutungkan untuk Meksiko. "Kami akan menemani pemerintah saat ini dalam negosiasi ini, kami akan sangat menghormati, dan kami akan mendukung penandatanganan perjanjian," katanya kepada Milenio TV.

Lopez Obrador menginginkan hubungan yang tegas tetapi bersahabat dengan Washington. Ia mengatakan  akan membahas NAFTA dengan Presiden Enrique Pena Nieto ketika mereka mengadakan pertemuan pertama setelah pemilihan. Pertemuan dijadwalkan hari ini.

Trump telah bersikap keras ke Meksiko atas perdagangan dan imigrasi. Pembicaraan NAFTA saat ini dimulai tahun lalu setelah Trump menyerukan agar perjanjian dinegosiasikan ulang untuk  kepentingan AS yang lebih baik.

Meskipun Trump telah melakukan komunkasi dengan Lopez, namun seorang pembantu Gedung Putih mengulangi salah satu janji kampanye Trump tentang pembangunan tembok perbatasan.

"Dalam kasus Meksiko, jelas kami berbagi perbatasan dengan mereka (dan) presiden ini telah membuat sangat jelas tentang membangun tembok itu dan membuat Meksiko membayarnya," kata Kellyanne Conway, pada Fox News.

Orang-orang Meksiko di seluruh spektrum politik mengatakan Meksiko tidak akan membayar untuk pembangunan dinding yang diusulkan Trump di sepanjang perbatasan selatan AS. Trump mengatakan dinding itu diperlukan untuk menahan imigran gelap dan obat-obatan terlarang.

Lopez Obrador, yang akan menjabat pada 1 Desember, memenangkan lebih dari 53 persen suara dalam pemilihan Ahad lalu. Ia unggul jauh dari pesaing utamanya.

Ini adalah bagian terbesar dari pemungutan suara dalam pemilihan presiden Meksiko sejak awal 1980-an. Kemenangan ini memberinya mandat yang kuat untuk mengatasi masalah domestik Meksiko dan menghadapi tantangan eksternal.

Dalam pidato kemenangannya, Lopez Obrador berusaha meyakinkan investor bahwa ia akan menerapkan kebijakan ekonomi yang bijaksana dan independensi bank sentral. Penasihat ekonominya mengulangi pesan ini dalam sebuah komunikasi dengan investor.

Meski begitu, peso melemah sekitar 1 persen terhadap dolar dan indeks saham acuan S&P/BMV IPC Meksiko juga turun hampir 1,5 persen karena kemenangan partai MORENA pimpinan Lopez Obrador dalam pemilihan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement