REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Satu dari enam nasabah kartu kredit di Australia mengalami kesulitan untuk membayar utang mereka, bahkan terancam tidak bisa membayarnya.
Hasil studi dari komisi sekuritas dan investasi Australia (ASIC), 18,5 persen nasabah kartu kredit di Australia terlilit utang dengan nilai total secara nasional mencapai 45 miliar dolar Australia, atau lebih dari Rp 450 triliun. Sebuah tinjauan atas 21,4 juta rekening kartu kredit yang dibuka dalam lima tahun hingga Juni 2017 memperkirakan nasabah kartu kredit sebenarnya bisa menghemat hingga 621 juta dolar Australia, atau lebih Rp 6,21 triliun per tahun. Hal itu jika saja mereka beralih ke kartu kredit dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan tanpa biaya tambahan yang tidak diperlukan.
Jumlah utang kartu kredit tersebut terungkap saat sejumlah lembaga keuangan menghadapi tekanan setiap hari dari komisi perbankan. Mereka menemukan adanya pemaksaan yang tidak etis dan beberapa perilaku yang melanggar hukum
Untuk mengatasi utang kartu kredit yang terus menggunung, menguntungkan bank tapi merugikan nasabah, ASIC mengusulkan adanya peraturan lebih ketat. Hal itu untuk memastikan nasabah diberikan batas jumlah yang bisa dibayar dalam waktu tiga tahun.
Penelitian ASIC menemukan ada kekhawatiran khusus dengan utang kartu kredit di kalangan anak-anak muda Australia. ASIC juga menemukan adanya motif mencari keuntungan oleh bank dan perusahaan penyedia layanan kartu kredit telah membuat mereka tidak melakukan langkah proaktif untuk melindungi kepentingan nasabah, seperti:
- Sembilan dari 12 penyedia layanan kartu kredit tidak proaktif menghubungi konsumen untuk melunasi hutang mereka atau setidaknya membayar jumlah minimum dari tunggakan mereka
- Delapan dari 12 penyedia layanan kartu kredit tidak mencari tanda-tana potensi bahaya dari konsumen, selain memberikan pelatihan bagi staf terdepan untuk mencari tanda-tanda jika ada kesulitan keuangan.
"Konsumen terus menerus mengutang, atau berulang-ulang membayar tunggakan dengan jumlah yang kecil, memberikan keuntungan kepada penyedia kredit," tulis penelitian tersebut.
"Namun, penyedia layanan kartu kredit memiliki kewajiban untuk menjalankannya secara efisien, jujur dan adil."
ASIC telah merilis proposal untuk memperketat aturan soal pinjaman kartu kredit, untuk mencegah para konsumen menandatangai kontrak kartu kredit yang tidak sesuai. Proposal, yang kemungkinan akan ditentang oleh penyedia kartu kredit, dijadwalkan mulai berlaku mulai 1 Januari 2019.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.