Kamis 05 Jul 2018 00:14 WIB

Israel Sesalkan Iran Diundang Bahas Kesepakatan Nuklir

P4 berupaya mempertahankan kesepakatan nuklir dengan Iran

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bilal Ramadhan
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: EPA/Jim Hollander
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyesalkan keputusan negara kekuatan dunia, yakni Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan Cina, mengundang Iran menghadiri pembicaraan tentang kesepakatan nuklir. Pertemuan tersebut dijadwalkan digelar di Wina, Austria, pada Jumat lusa.

Netanyahu mengatakan, pertemuan itu tentu akan membahas tentang cara-cara menghindari sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS). AS telah menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi, tidak hanya kepada Teheran, tetapi juga negara-negara yang menjalin bisnis dengannya.

"Presiden Trump memutuskan untuk meninggalkan kesepakatan buruk itu dan dia melakukan hal terbesar untuk keamanan dunia dan Israel," ujar Netanyahu pada Selasa (3/7), dikutip laman Mehr News Agency.

Oleh karena itu, Netanyahu menyesalkan keputusan negara kekuatan dunia yang justru berupaya menyelamatkan kesepakatan nuklir. "Sangat luar biasa bahwa P4 (Prancis, Inggris, Rusia, Cina) telah mengundang Presiden Iran Hassan Rouhani untuk menghadiri pertemuan itu, sementara Iran baru-baru ini mengirim sel teroris untuk melakukan aksi teror besar di Prancis," katanya.

Prancis, Inggris, Jerman, beserta Uni Eropa memang sedang berupaya untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran setelah AS hengkang dari kesepakatan tersebut pada 8 Mei lalu. Mereka berpendapat kesepakatan nuklir Iran masih berfungsi sebagai alat untuk menciptakan stabilitas di kawasan Timur Tengah.

Namun AS berpandangan lain. Presiden AS Donald Trump menilai kesepakatan nuklir masih belum memadai karena memberi ruang kepada Iran untuk mengembangkan rudal balistiknya. Dalam kesepakatan tersebut memang tak disinggung perihal kegiatan pengembangan rudal Iran.

Kesepakatan yang ditandatangani pada 2015 itu hanya mewajibkan Iran untuk tidak memanfaatkan nuklir untuk kepentingan militer. Nuklir hanya diizinkan digunakan untuk kepentingan sipil atau energi saja. Sebagai gantinya, sanksi ekonomi yang diterapkan kepadanya akan dicabut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement