REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 55 ribu orang diperkirakan akan menggelar demonstrasi di London, Inggris memprotes kunjungan Presiden AS Donald Trump pekan depan. Demonstrasi tersebut akan diberi tajuk "Karnaval Perlawanan".
Sejumlah aktivis pro-Palestina di Inggris akan turut berpartisipasi dalam aksi yang dijadwalkan digelar pada 13 Juli tersebut. "Kami merasa kepresidenan Donald Trump dipimpin kebencian islamofobia, kebijakan anti-Palestina, dan itu jelas mempengaruhi komunitas Muslim, tidak hanya di Amerika dan Timur Tengah, tetapi di seluruh dunia, termasuk kita di sini," kata Shamiul Joarder dari kelompok kampanye pro-Palestina, Friends of Al Aqsa, seperti dilaporkan laman Aljazirah.
Aktivis pro-Palestina lainnya, Shaima Dallali mengatakan, kunjungan Trump ke Inggris merupakan momen tepat menyuarakan protes terhadap keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Yerusalem adalah ibu kota Palestina dan hanya karena salah satu negara kekuatan terbesar di dunia tidak menyadarinya, bukan berarti negara itu membenarkannya," ujar Dallali.
Sementara warga Inggris lainnya berharap ketika kunjungan nanti Perdana Menteri Inggris Theresa May akan berupaya menyeru Trump agar keluar dari kebijakan kontroversialnya. Harapan itu pun diungkapkan sejumlah anggota parlemen Inggris yang keberatan dengan kedatangan Trump.
Anggota parlemen dari Partai Buruh Gavin Shuker, misalnya, mengecam kebijakan toleransi nol Trump dalam menangani gelombang imigran di perbatasan AS-Meksiko. "Presiden Trump telah mengurung 2.000 anak kecil di dalam sangkar dan menolak untuk membebaskan mereka kecuali dia diizinkan membangun tembok," katanya.
Menurut Shuker, selain kebijakan imigrasi, Trump juga telah membangkitkan sentimen anti-Islam dengan menerapkan kebijakan larangan perjalanan dari negara-negara mayoritas Muslim. Atas dasar itu pula ia menilai Trump tak layak mendapat undangan kenegaraan ke Inggris dan bertemu Ratu Elizabeth.
Dalam kunjungannya nanti, Trump memang dijadwalkan akan bertemu Ratu Elizabeth. Trump akan menjadi presiden AS ke-12 yang ditemui Elizabeth selama 66 tahun menjadi ratu Inggris Raya.