REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Tayyip Erdogan menunjuk menantu laki-lakinya, Berat Albayrak sebagai menteri keuangan Turki di kabinet baru pada Senin (9/7). Penunjukkan itu tepat beberapa jam usai pelantikannya sebagai kepala negara.
Saat ini, mata uang Turki, Lira kehilangan hampir seperlima dari nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tahun ini. Lira turun hampir 3 persen menjadi 4,74 terhadap dolar AS, tepatnya beberapa menit setelah pengumuman kabinet.
Erdogan menyebut menantunya, Berat Albayrak sebagai menteri keuangan. Tidak ada tempat di kabinet untuk mantan deputi perdana menteri Mehmet Simsek. Padahal, sebelumnya ia dipandang sebagai menteri utama yang “ramah” di pemerintahan lalu.
Lira "terpukul" oleh kekhawatiran tentang upaya mendorong suku bunga yang lebih rendah. Selain itu Lira terpukul komentar Erdogan pada Mei ihwal rencana untuk mengambil kendali lebih besar terhadap ekonomi setelah pemilihan Juni.
Erdogan mengambil sumpah jabatan di istana kepresidenan di Ankara. "Kami, sebagai Turki dan sebagai orang Turki, membuat awal yang baru di sini hari ini,” kata dia, Senin (10/7).
Ia berkomitmen memperbaiki sistem yang merugikan negara karena kekacauan politik dan ekonomi. Ia menekankan presiden eksekutif yang kuat sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menjamin keamanan setelah kudeta militer 2016 yang gagal, dan menjaga Turki dari konflik di perbatasan selatan di Suriah dan Irak.
“Kami memulai di jalan ini dengan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin untuk parlemen yang kuat, pemerintah yang kuat dan Turki yang kuat,” ujar dia.
Pengenalan sistem presidensial baru menandai perombakan tata pemerintahan terbesar sejak republik Turki didirikan di atas reruntuhan Kekaisaran Ottoman hampir seabad yang lalu.
Posisi perdana menteri telah dihapus dan presiden sekarang akan dapat memilih kabinetnya sendiri, mengatur kementerian dan menghapus pegawai negeri, semua tanpa persetujuan parlemen.
Pendukung Erdogan melihat perubahan tersebut sebagai imbalan bagi seorang pemimpin yang telah menempatkan nilai-nilai Islam di inti kehidupan publik.
Sementara para penentang menilai langkah Erdogan menandai kemunduran bagi otoritarianisme. Mereka juga menuduh Erdogan mengikis institusi sekuler yang didirikan oleh pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, dan mendorongnya lebih jauh dari nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berbicara Barat.