REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Lebih dari 10 juta warga Korea Utara (Korut) membutuhkan bantuan kemanusiaan. Hal tersebut diungkap PBB menyusul kunjungan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Bantuan Darurat Mark Lowock ke negara tersebut.
Lowock mengatakan, terdapat bukti yang tak terbantahkan warga Korut sangat membutuhkan kemanusiaan. "Lebih dari separuh anak-anak di daerah pedesaan, termasuk tempat-tempat yang kami kunjungi, tidak memiliki air bersih dan sumber air terkontaminasi," katanya, Selasa (10/7).
Ia pun menyebut 20 persen anak-anak Korut menderita kekurangan gizi. Lowock menekankan tentang perlunya lebih banyak dana untuk pasokan bantuan kemanusiaan.
Kemudian ketika mengunjungi rumah sakit yang tak didukung PBB, Lowock mengatakan terdapat 140 pasien tuberkolosis. Namun pasokan obat-obatan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan 40 pasien.
Kondisi tersebut dinilai cukup mengkhawatirkan. "Salah satu hal yang kami lihat adalah bukti yang sangat jelas tentang kebutuhan kemanusiaan di sini," ujar Lowock.
Lowock dijadwalkan bertemu dengan pejabat pemerintah Korut, perwakilan badan kemanusiaan, serta masyarakat yang akan menerima bantuan. Tujuannya agar dia dapat lebih memahami situasi kemanusiaan di sana. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan Lowock akan berada di Korut hingga Kamis (12/7).
Korut telah dijatuhi sanksi ekonomi berlapis oleh Dewan Keamanan PBB karena aktivitas rudal dan nuklirnya. Pada 12 Juni lalu, pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bertemu di Singapura.
Seusai pertemuan, Kim menyatakan negaranya siap melakukan denuklirisasi. Komitmen ini disambut baik oleh Trump. Kendati demikian,Trump mengatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut hingga mereka betul-betul melakukan denuklirisasi penuh dan terverifikasi.