REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuding Jerman telah dikontrol Rusia. Hal tersebut ia sampaikan ketika menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Brussels, Belgia, pada Rabu (11/7).
Trump menyebut hubungan antara Jerman dan Rusia tidak pantas. Secara khusus ia menyoroti tentang kesepakatan kerja sama dalam bidang energi yang terjalin antara kedua negara.
"Saya harus mengatakan, saya pikir itu sangat menyedihkan ketika Jerman membuat kesepakatan minyak dan gas besar-besaran dengan Rusia, di mana kita seharusnya berhati-hati terhadap Rusia," kata Trump.
"Kami melindungi Jerman, Prancis, kami melindungi semua negara ini dan kemudian banyak negara keluar lalu membuat kesepakatan pipa kilang minyak dengan Rusia di mana mereka membayar miliaran dolar ke pundi-pundi Rusia. Saya pikir itu sangat tidak pantas," ujar Trump menambahkan.
Trump berpendapat seharusnya hal itu tak terjadi. "Jerman sepenuhnya dikendalikan Rusia karena mereka akan mendapatkan 60-70 persen energinya dari Rusia dan pipa kilang minyak baru," katanya.
Selain itu, ia pun mengkritik politisi Jerman yang tak lagi mengisi jabatan publik dan bekerja untuk perusahaan-perusahaan energi Rusia. "Jerman, sejauh yang saya ketahui, tertawan ke Rusia," ucap Trump.
Trump mendesak NATO untuk melakukan penyelidikan terhadap hal itu. Adapun pipa kilang minyak yang disinggung Trump diyakini mengacu pada jalur pipa Nord Stream 2.
Pipa bawah laut itu akan membentang dari Rusia ke pantai Baltik timur laut Jerman, melewati negara-negara Eropa timur seperti Polandia dan Ukraina. Pipa Nord Stream 2 sekaligus akan menggandakan pasokan gas Rusia ke Jerman. Selain AS, beberapa anggota Uni Eropa lainnya juga telah memperingatkan bahwa jalur pipa tersebut sangat berpotensi memberi Moskow pengaruh yang lebih besar atas Eropa Barat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menganggap tak ada yang salah dengan kerja sama energi antara Jerman dan Rusia. "Bahkan selama Perang Dingin, sekutu NATO melakukan perdagangan dengan Rusia," ujarnya.
Pada KTT NATO, Trump akan mengadakan pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Dalam kesempatan tersebut, Merkel diperkirakan akan menanggapi keluhan dan protes Trump terkait kerja sama negaranya dengan Rusia di bidang energi.
Protes terbuka yang dilayangkan Trump terhadap Jerman dan Rusia cukup mengejutkan banyak pihak. Sebab, Trump telah dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia, pada 16 Juli mendatang.
Pertemuan itu diselenggarakan guna membahas sejumlah isu, antara lain krisis Suriah, denuklirisasi Semenanjung Korea, dan dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres AS pada 2016. Di sisi lain, pertemuan kedua tokoh tersebut dinilai penting untuk memperbaiki hubungan kedua negara.
Hubungan antara Rusia dan AS memang kurang harmonis saat ini. Pada April lalu, Rusia dan AS melakukan aksi pengusiran terhadap puluhan perwakilan diplomat dari negara masing-masing. Hal tersebut merupakan buntut dari kasus penyerangan agen ganda Rusia Sergei Skripal di Salisbury, Inggris.
Kedua negara juga berseberangan dalam konflik Suriah. Rusia diketahui merupakan sekutu utama Suriah, sedangkan AS membela kubu oposisi.
Rencana pertemuan Putin dengan Trump diumumkan setelah Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton berkunjung ke Rusia beberapa waktu lalu. Dalam kunjungan itu, Bolton mendapat kesempatan untuk bertemu Puti. Pada kesempatan tersebut, Putin pun berharap pertemuannya dengan Trump akan memulihkan hubungan Rusia dan AS. "Kunjungan Anda ke Moskow memberi kami harapan bahwa kami dapat membuat setidaknya langkah pertama menuju pemulihan hubungan skala penuh antara negara-negara kita," kata Putin kepada Bolton.
Baca: Trump Tuduh Cina Intervensi Dialog AS-Korut