REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Chris Wray meyakini, Rusia mengintervensi proses pilpres Amerika Serikat (AS) tahun 2016. Menurutnya, Rusia adalah ancaman serius bagi penyelenggaraan pemilu di AS.
"Saya bisa memberi tahu Anda apa pandangan saya. Penilaian komunitas intelijen tidak berubah, pandangan saya tidak berubah, yaitu Rusia berupaya ikut campur dalam pemilu (presiden AS) terakhir, dan bahwa ia terus terlibat dalam kegiatan yang tidak benar," kata Wray ketika berbicara di Aspen Security Forum, dikutip laman ABC News, Kamis (19/7).
Ia pun menegaskan bahwa penyelidikan dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres AS dan kemungkinan adanya kolusi dengan tim kampanye Trump bukan sebuah "perburuan penyihir". Istilah itu kerap digunakan Trump untuk menyerang pihak-pihak yang berupaya mengaitkan tim kampanyenya dengan Rusia.
Saat ini kasus dugaan campur tangan Rusia dalam pilpres AS tengah diselidiki Penasihat Khusus untuk Departemen Kehakiman AS Robert Mueller. Ia merupakan mantan direktur FBI yang menjabat pada 2001 hingga 2013. Wray yakin, Mueller akan melakukan tugasnya secara profesional dan transparan.
Wray mengungkapkan, saat ini komunitas intelijen AS belum melihat adanya upaya Rusia untuk merecoki penyelenggaraan pemilu AS pada November. "Tapi, itu adalah ancaman yang perlu kita anggap sangat serius dan perlu direspons dengan tekad yang kuat," ujarnya.
Pernyataan Wray ini muncul ketika Presiden AS Donald Trump tengah sibuk mengklarifikasi pandangannya terkait keterlibatan Rusia dalam pilpres AS pada 2016. Ketika bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia, pada Senin lalu, Trump, yang biasanya tak segan melancarkan kritik dan protes, tampak melunak.
Tanpa rasa canggung, Trump mengatakan bahwa menjalin hubungan dengan Rusia adalah hal yang baik. Menurutnya, dunia pun ingin melihat AS dan Rusia berdampingan.
Namun, dalam pertemuan tersebut, Trump yang diharapkan dapat mendesak Putin soal dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres AS justru bersikap sebaliknya. Ia seolah tidak menganggap isu itu sebagai sesuatu yang perlu mendapat perhatian dan pembahasan serius ketika bertemu Putin.
Ia bahkan menyatakan tak ada alasan bagi Rusia untuk mencampuri pilpres AS. Pernyataannya itu segera dihujani kritik oleh sejumlah politisi AS. Ia dianggap gagal mendukung penilaian intelijen AS yang menyebut Rusia mengintervensi pemilu AS pada 2016. Sadar dihujani kritik, Trump pun segera merevisi pernyataannya.
"Saya sebenarnya ingin mengatakan 'tidak ada alasan bagi Rusia untuk tidak mencampuri (pilpres)'," ujarnya pada Rabu (18/7).
Oleh sebab itu, sejumlah analis politik dan media Barat menganggap Putin telah "memenangkan" pertemuan dengan Trump. Karena, Trump telah merelakan dirinya dikritik hanya untuk menyelamatkan wajah Rusia di hadapan dunia.