REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Serangan siber besar terhadap data kesehatan Singapura menyebabkan kebocoran data pribadi sekitar 1,5 juta orang, termasuk Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Pemerintah menyebut insiden itu sebagai kebocoran data pribadi terparah yang pernah dialami Singapura. Kebocoran terjadi saat pemerintah menempatkan keamanan siber sebagai prioritas utama bagi kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun ini, Singapura mengepalai Perhimpungan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang beranggotakan 10 negara. "Penyelidikan Badan Keamanan Siber Singapura (CSA) bersama Sistem Penerangan Kesehatan Terpadu (IHiS) menunjukkan itu adalah serangan siber sangat terencana. Itu tidak dilakukan oleh peretas kacangan atau geng kriminal," kata pernyataan resmi pemerintah, Jumat (20/7).
Sekitar 1,5 juta data dari pasien yang mengunjungi klinik antara Mei 2015 sampai 4 Juli tahun ini telah disalin secara ilegal. "Para pelaku secara khusus berulang kali berusaha mencuri data dan informasi obat-obatan yang digunakan Perdana Menteri Lee Hsien Loong," kata mereka.
Kementerian Komunikasi dalam pernyataan terpisah mengatakan sebuah komite penyelidikan akan dibentuk dan kebijakan akan segera diputuskan untuk memperkuat sistem pemerintahan dalam menghadapi serangan siber. Kedua kementerian tidak merinci siapa yang diduga menjadi dalang serangan.
PM Lee, dalam sebuah postingan Facebook usai terjadinya serangan, mengaku tidak tahu informasi apa yang tengah dicari pelaku serangan siber. "Data medis saya bukan merupakan suatu yang bisa saya ceritakan begitu saja pada orang lain, tapi tidak ada yang berbahaya di dalamnya," kata dia.