REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pemangkasan dana bantuan Amerika Serikat (AS) terhadap Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) berefek berantai. Selain menghambat program, krisis dana menyebabkan UNRWA harus memberhentikan lebih dari 260 pegawainya. UNRWA memangkas lebih dari 250 pekerjaan di wilayah Palestina.
"Secara total, 154 pegawai di Tepi Barat yang diduduki dan 113 (pegawai) di Jalur Gaza akan dibebaskan," ungkap juru bicara UNRWA Chris Gunness dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Araby, Rabu (25/7).
Sementara itu, lebih dari 500 pegawai tetap di UNRWA akan ditawarkan kontrak paruh waktu. Dengan krisis pendanaan yang tengah dihadapi, UNRWA tak sanggup untuk membayar gaji mereka secara utuh. Namun keputusan UNRWA menghentikan para pegawai dan menurunkan status pekerja tetap menjadi kontrak paruh waktu, tak dapat sepenuhnya diterima.
Ratusan pegawai UNRWA bahkan telah melakukan demonstrasi di kantor UNRWA di Gaza. Mereka menyuarakan protes atas keputusan UNRWA memberhentikan ratusan pegawai. Aksi itu sempat memanas ketika seorang pegawai UNRWA mencoba melakukan aksi bakar diri. Namun para rekannya bergegas menghentikan aksi nekatnya.
Kendati dana UNRWA kian menipis, Gunness menyatakan pihaknya tetap berupaya mempertahankan bantuan atau layanan vital untuk para pengungsi Palestina, seperti kesehatan dan pendidikan. UNRWA pun berupaya agar sekolah-sekolah untuk anak-anak pengungsi Palestina yang tersebar di Lebanon dan Yordania dapat dibuka tepat setelah liburan musim panas usai.
Gunness tak menyangkal pemangkasan dana bantuan AS menimbulkan gejolak bagi UNRWA. "Keputusan AS memotong 300 juta dolar untuk pendanaan UNRWA tahun ini telah dijelaskan oleh komisaris jenderal kami sebagai ancaman eksistensial terhadap UNRWA," katanya.
UNRWA dibentuk pascaperang Arab-Israel tahun 1948. Pada awalnya, UNRWA bertugas mengurus dan membantu sekitar 700 ribu warga Palestina yang terusir dari rumahnya akibat berdirinya Israel.
Saat ini UNRWA mengurus jutaan pengungsi Palestina yang tersebar di Tepi Barat, Gaza, Lebanon, Yordania, dan Suriah. Untuk mengeksekusi program-programnya UNRWA mempekerjakan lebih dari 20 ribu pegawai, yang mayoritas adalah warga Palestina.
Perjanjian Damai Israel-Palestina Prakarsa AS Dikritik
Pada Desember tahun lalu, Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan tersebut menuai banyak kecaman karena dinilai melanggar berbagai resolusi internasional terkait Kota Suci tersebut.
Setelah diakuinya Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memutuskan menarik diri dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan Israel.
Di tengah situasi demikian, AS memutuskan menangguhkan dana bantuan untuk UNRWA. Langkah itu dianggap sebagai upaya AS menarik kembali Palestina ke dalam perundingan damai yang dimediasinya.
"Kami membayar orang-orang Palestina ratusan juta dolar setahun dan tidak mendapat penghargaan atau rasa hormat. Dengan Palestina tidak mau lagi bicara damai, mengapa kita harus melakukan pembayaran besar-besaran ini di masa depan kepada mereka?" kata Trump setelah memutuskan memangkas bantuan untuk UNRWA pada Januari lalu.