REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ribuan ekor gajah kehilangan pekerjaan setelah Myanmar memberlakukan larangan ekspor kayu gelondongan. Hewan-hewan itu kini dianggap menjadi beban ekonomi bagi pemiliknya.
Ai Weiwei, seniman terkenal asal Cina, bulan ini mendatangi sejumlah kamp penampungan gajah-gajah "pengangguran" tersebut bersama aktivis kelompok perlindungan hewan Four Paws. "Saya begitu sedih melihatnya. Gajah itu mirip manusia, mereka mahluk berakal dan memiliki perasaan," katanya.
"Sayangnya, gajah-gajah ini dibuat seperti itu oleh manusia. Sama sekali tidak benar," ujarnya.
Menurut Ai Weiwei, gajah-gajah itu berhak hidup secara bebas, bukannya diperlakukan secara semena-mena. "Jika bisa saya ingin langsung membebaskan mereka. Mereka terlahir untuk hidup bebas, bukan dalam kondisi ditangkap seperti ini," tuturnya.
Menurut WWF, meskipun sudah ada larangan menangkap gajah liar, tetapi perburuan hewan itu tetap terjadi untuk dipekerjakan dalam industri kayu atau diperdagangkan.
5.000 gajah pekerja
Berbagai laporan menyebutkan sekitar 2.900 dari hampir 5.000 gajah pekerja Myanmar dimiliki perusahaan milik negeara itu. Selebihnya berada di tangan swasta.
Selama beberapa dekade, hewan itu dipekerjakan pada perusahaan kayu Myanmar Timber Enterprise. Namun, kementerian lingkungan hidup negara itu pada April 2014 menerapkan larangan ekspor kayu gelondongan. Akibatnya, sekitar 1.000 ekor gajah "kehilangan pekerjaan" sejak saat itu dan oleh pemiliknya dianggap menjadi beban ekonomi.
"Bagi pemiliknya, gaja-gajah ini dianggap tidak berguna dan hanya menghabiskan biaya," demikian pernyataan LSM Four Paws.
"Akibatnya, mereka diterlantarkan, dibunuh, atau diselundupkan ke negara-negara tetangga untuk dijadikan atraksi wisatawan," katanya.
"Gajah pekerja hidup dalam kondisi memprihatinkan," ujar dokter hewan Four Paws, Dr. Amir Khalil, yang mendampingi Ai Weiwei di Myanmar.
"Mereka direnggutkan dari habitatnya, dirantai di kamp-kamp. Padahal mereka pun punya hak hidup secara layak," katanya. Menurut dia, kebanyakan hewan ini masih bisa direhabilitasi dan dikembalikan ke alam liar.
Kawasan perlindungan gajah
Untuk mengatasi hal inilah, Four Paws yang memiliki perwakilan di 11 negara termasuk di Australia, kini membangun kawasan perlindungan gajah terbesar di Asia Tenggara.
Kawasan bernama Elephants Lake itu direncanakan meliputi area seluas 17 ribu hektare dilengkapi dengan dokter hewan dan staf lainnya yang akan merawat gajah-gajah "mantan pekerja" di industri kayu. Elephants Lake juga akan merawat anak-anak gajah yang kehilangan induknya.
Setelah mendapatkan perawatan dan dipandang sudah bisa dilepasliarkan, gajah-gajah ini akan dikembalikan ke kawasan Hutan Lindung North Zar Ma Yi. "Kawasan ini akan berfungsi sebagai pusat rehabilitasi, panti asuhan, sekaligus rumah sakit," ujar Direktur Four Paws Australia, Jeroen van Kernebeek, dalam keterangannya kepada ABC.
Selain itu, katanya, kawasan ini juga akan menyediakan permukiman permanen bagi gajah yang sudah tidak bisa lagi dilepasliarkan ke alam bebas.
Sebanyak tujuh ekor gajah diperkirakan akan mulai direhabilitasi paling lambat akhir 2018. Menurut Ai Weiwei, upaya rehabilitasi gajah-gajah di Myanmar sangat penting karena negara ini bisa menjadi contoh upaya serupa dalam skala internasional.
"Kita harus mengembalikan hewan-hewan ini ke habitatnya. Ini masalah kemanusiaan," ujarnya.