REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengadilan Mesir pada Sabtu mengatakan akan mengalihkan perkara 75 orang, termasuk tokoh penting Ikhwanul Muslimin (IM), kepada pejabat tinggi keagamaan untuk diputuskan apakah mereka sebaiknya dihukum mati. 75 orang ini dituduh melakukan pelanggaran terkait keamanan.
Mereka termasuk di antara lebih 700 orang yang dituduh melakukan unjuk rasa gelap dan pembunuhan dalam gerakan duduk pada 2013. Dalam unjuk rasa tersebut, ratusan pendukung IM dan puluhan polisi tewas ketika pasukan keamanan membubarkan mereka dengan paksa.
Para tertuduh itu menghadapi hukuman antara mati dan penjara seumur hidup. Hukum Mesir memerlukan pandangan terkait hukuman mati dari Mufti Besar Shawqi Allam, pejabat hukum Islam tertinggi Mesir sebelum amar dilaksanakan.
Keputusan Mufti tersebut tidak mengikat secara hukum, tapi jarang disepelekan oleh pengadilan. Pada 2014, Mufti Shawqi menolak usul hukuman mati terhadap pemimpin IM Mohamad Badie. Badie adalah bagian dari perkara sama dan sejak itu dijatuhi hukuman seumur hidup.
"Sebanyak 75 kasus itu yang diserahkan ke Mufti untuk diperoleh fatwanya termasuk para pemimpin senior IM Issam al-Aryan, Mohamed Baltagi dan dai terkenal Safwat Higazi dan Wagdi Ghoneim," kata sumber pengadilan. Sebanyak 44 terdakwa berada di penjara menunggu hukuman mereka, dan 31 telah diadili in absentia.
Kelompok hak asasi mengecam peradilan lebih 700 orang itu dalam kasus sama, dengan menyatakan mereka termasuk wartawan dan pengunjuk rasa damai. Amnesty International mengatakan pada Sabtu (28/7) peradilan tersebut tak adil, dan mereka yang jadi terdakwa telah ditolak haknya mengajukan pembelaan yang memadai.
"Pihak berwenang Mesir tak pernah menanyakan atau menuntut personel pasukan keamanan yang ikut serta dalam pembunuhan massal itu," katanya dalam sebuah pernyataan.
Gerakan duduk pada 2013 di alun-alun Rabaa Adawiya di Kairo terjadi setelah pihak militer, yang dipimpin Abdel Fattah al-Sisi, yang kini sebagai presiden, menggulingkan Presiden Mohammad Mursi dalam kudeta dukungan rakyat.
Amnesty International menyatakan pembubaran aksi duduk-duduk pada Agustus itu membunuh lebih 800 pengunjuk rasa. Pemerintah Mesir mengatakan banyak pengunjuk rasa bersenjata, dan sebanyak 43 personel polisi tewas.
"Keputusan akhir dalam perkara itu diperkirakan keluar pada 8 September setelah Mufti tersebut memberikan fatwanya," kata sumber pengadilan.