REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Bahaya laten Islamofobia di Eropa masih memprihatinkan. Di Inggris, kekerasan terhadap individu dan kelompok Muslim semakin menjalar dari permusuhan di dunia jaringan sampai ke kehidupan nyata.
Organisasi Perlindungan Muslim di Inggris, Tell MAMA mengungkapkan, sepanjang 2017, tercatat 1.201 laporan yang terverifikasi sebagai bentuk permusuhan terhadap pemeluk Islam di Negeri Tiga Singa itu.
Direktur Tell MAMA Imam Atta, dalam laporan yang dikutip dari Huffington Post, Ahad (29/7) mengatakan, angka ribuan insiden anti-Muslim tersebut tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Kenaikan dari 2016, bahkan tercatat 30 persen.
“Insiden 2017 lebih agresif dari tahun-tahun sebelumnya. Kita perlu bersatu melipatgandakan upaya bersama untuk melawan Islamofobia ini,” ujar Atta.
Baca juga, Islamofobia Menjadi Tantangan Muslim Inggris.
Menurut dia, penyeberan kebencian terhadap Muslim di Inggris, akan menyeret negara tersebut ke dalam perpecahan. Tell MAMA dalam laporannya merinci, tren kebencian terhadap Muslim selama ini memang paling masif di media sosial.
Twitter, Facebook, dan platform sosial lainnya menjadi basis perang opini antara sikap mendukung dan anti-Muslim. Akan tetapi sepanjang 2017, agresivitas kelompok anti-Muslim, mulai melakukan aksinya ke jalanan.
Kelompok tersebut, bahkan sudah mulai melakukan kekerasan fisik. “Lebih dari dua per tiga laporan yang terverifikasi Islamofobia, terjadi di jalanan,” begitu menurut laporan tersebut.
Kekerasan fisik yang dimaksud, beragam. Mulai dari prilaku diskriminasi, meludah, bahkan pelecehan seksual. Sedangkan bentuk kekerasan verbal, masih dominan dalam laporan itu. Yakni berupa ancaman, dan umpatan yang menghina. “Sebanyak 52 persen dari aduan, kami kategorikan sebagai serangan dan prilaku yang kasar,” sambung laporan tersebut.
Sementara wilayah yang paling dominan terjadi kekerasan anti-Muslim terdapat di London. Persentasenya mencapi 34 persen. Adapun titik paling rawan terjadinya kekerasan dari anti-Muslim ada di lingkungan terbuka, dan padat aktivitas seperti jaringan transportasi dan areal publik.
Laporan Tell Mama juga mengklasifikasi usia pelaku Islamofobia. Kebanyakan pelaku kekerasan terhadap Muslim di Inggris, yaitu kaum laki-laki rentang usia remaja dan dewasa. Yakni antara usia 13 sampai 18 tahun. Menurut laporan tersebut, kebanyakan pelaku merupakan warga kulit putih.
Sedangkan korban dari kekerasan anti-Muslim tersebut dialami kebanyakan perempuan rentang usia dewasa 25 sampai 35 tahun. “Mereka kebanyakan perempuan Muslim dari Asia,” kata laporan tersebut.
Menengok pelaku dan korban Islamofobia di Inggris, Tell MAMA mengatakan, kondisi tersebut bukan cuma menyeret sentimen anti Islam. Melainkan, akan terbukanya celah perselisihan jender antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, menyeret konflik rasial. “Kejadian-kejadian anti-Muslim ini, ancaman dan pemicu di mana orang-orang di Inggris, akan berprilaku rasial,” sambung Atta menjelaskan.