REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths berencana mengundang pihak-pihak yang berkonflik di Yaman ke Jenewa, Swiss, pada 6 September. Tujuannya melibatkan mereka dalam pembicaraan dan perundingan damai.
Berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, Kamis (2/8), Griffiths mengatakan sudah waktunya melanjutkan proses politik di Yaman guna menyelesaikan krisis di sana. "Pembicaraan pada September akan memberikan kesempatan bagi para pihak, antara lain membahas kerangka kerja untuk negosiasi, langkah-langkah membangun kepercayaan yang relevan dan rencana khusus untuk menggerakkan proses ke depan," katanya, dikutip laman Anadolu Agency.
Ia mengatakan, peperangan di Yaman kian meruncing, khususnya di kota Hudaydah. "Kami telah mencoba mencari cara untuk menghindari pertempuran di kota dan pelabuhan Al Hudaydah, dan kami masih berusaha," ujar Griffiths.
Griffiths mendesak semua pihak yang bertikai tak mengambil tindakan apa pun yang dapat memperburuk situasi kemanusiaan di sana, termasuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses politik. Direktur Divisi Operasional di Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, sebanyak 75 persen populasi Yaman atau sekitar 22 juta orang, membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan. Krisis tersebut membutuhkan keterlibatan komunitas internasional untuk menanganinya.
Yaman mulai berkecamuk pada 2014, tepatnya ketika milisi Houthi menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut, termasuk ibu kota Sanaa. Konflik kian memanas ketika Arab Saudi dan sekutunya memutuskan menggelar operasi militer di negara tersebut dalam rangka menumpas Houthi. Saudi mengklaim Houthi merupakan kelompok yang melayani kepentingan Iran.
Deraan konflik telah menyebabkan Yaman jatuh dalam krisis kemanusiaan. PBB menggambarkan situasi di negara itu sebagai bencana kemanusiaan terburuk di zaman modern.