Sabtu 04 Aug 2018 12:53 WIB

AS Gagal Bujuk Cina Pangkas Impor Minyak Iran

Cina setuju tidak meningkatkan pembelan minyak mentah Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolanda
Trump Vs Rouhani
Foto: republika
Trump Vs Rouhani

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dilaporkan gagal membujuk Cina untuk memangkas impor minyaknya dari Iran. AS diketahui sedang berupaya menerapkan sanksi ekonomi baru terhadap Teheran. 

Dua pejabat AS yang akrab dengan negosiasi antara Cina dan AS mengatakan, walaupun Beijing tak bersedia memangkas pasokan impornya, mereka setuju untuk tidak meningkatkan pembelian minyak mentah Iran. Hal itu sedikit menenangkan AS. Sebab Cina sempat dikhawatirkan akan melemahkan upaya Washington dalam mengisolasi Iran. 

Cina merupakan negara pembeli minyak mentah terbesar di dunia. Negeri Tirai Bambu juga merupakan pelanggan utama Iran. Menurut data pelacakan kapal yang dihimpun Bloomberg, Cina menyumbang 35 persen ekspor minyak Iran bulan lalu. 

Cina termasuk negara yang menentang sanksi sepihak AS terhadap Teheran. Kendati demikian, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan Cina masih belum memberikan komentar perihal kabar keenganannya memangkas impor minyak dari Iran.

Baca juga, Iran Serahkan Nasib Kesepakatan Nuklir ke Eropa

Menteri Luar Negeri Iran Mohamad Javad Zarif mengatakan Cina merupakan negara penting dalam kesepakatan nuklir yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). "Peran Cina dalam implementasi JCPOA, dalam mencapai JCPOA, dan sekarang dalam mempertahankan JCPOA, akan menjadi sangat penting," katanya, dikutip laman the Straits Times. 

JCPOA disepakati pada Oktober 2015. Kesepatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari JCPOA adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut. 

Namun pada Mei lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menarik AS dari kesepakatan tersebut. Keputusan itu merupakan puncak dari keluhan-keluhan yang telah dinyatakan Trump perihal JCPOA. 

Trump menilai JCPOA adalah kesepakatan yang cacat. Sebab dalam JCPOA tak diatur tentang program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. AS menuntut agar JCPOA direvisi. Namun, Iran menolak tegas gagasan tersebut. 

Teheran berpendapat AS telah melanggar janjinya dengan hengkang dari JCPOA. Jerman, Prancis, Cina, dan Uni Eropa pun mengambil sikap berlawanan dengan AS. Mereka berkomitmen mempertahankan JCPOA. Menurut mereka, kesepakatan tersebut masih relevan dan berfungsi untuk menjaga stabilitas di kawasan. 

Trump baru-baru ini mengatakan, dirinya siap menemui pemimpin Iran tanpa prasyarat apa pun. Namun, Kementerian Luar Negeri Iran telah mengatakan tak mungkin mengadakan pertemuan dengan Washington. 

Sanksi gelombang pertama, yang sebagian besar menargetkan sektor perbankan Iran, akan mulai diberlakukan AS pada 6 Agustus. Kemudian pada 4 November, sanksi gelombang berikutnya akan diterapkan dengan mengincar sektor energi, terutama minyak Iran. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement