REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Sabtu (3/8) berjanji akan menyediakan hampir 300 juta dolar AS atau sekitar Rp 4,34 triliun (kurs Rp 14.475 per dolar AS) dalam pendanaan keamanan baru untuk Asia Tenggara.
Kebijakan tersebut diambil menyusul keputusan Cina yang terus maju dengan rencana untuk meningkatkan keterlibatannya di wilayah tersebut.
Pompeo mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri dari 10 anggota Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan pejabat lainnya dari seluruh dunia di Singapura.
"Sebagai bagian dari komitmen kami untuk memajukan keamanan regional di Indo-Pasifik, Amerika Serikat dengan senang hati mengumumkan hampir 300 juta dolar AS dalam pendanaan baru untuk memperkuat kerja sama keamanan di seluruh wilayah," kata Pompeo.
Bantuan baru akan memperkuat keamanan maritim, mengembangkan bantuan kemanusiaan, kemampuan pemeliharaan perdamaian dan melawan ancaman transnasional.
AS mengatakan awal pekan ini akan menginvestasikan 113 juta dolar AS dalam prakarsa teknologi, energi dan infrastruktur di negara-negara berkembang Asia yang disebutnya sebagai era baru komitmen ekonomi AS untuk kawasan.
Visi berkembang Amerika Serikat untuk "Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka" datang pada saat yang sama ketika Cina meningkatkan pengaruhnya sebagai bagian dari rencana Belt and Road untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara-negara di Asia Tenggara dan sekitarnya.
Para pengamat mengatakan bahwa perselisihan perdagangan yang keras antara Beijing dan Washington juga dapat meningkatkan ketegangan di regional lain, seperti Laut Cina Selatan, yang diklaim secara keseluruhan oleh Cina dan sebagian oleh beberapa negara Asia Tenggara.
Diplomat top pemerintah Cina, Penasihat Negara Wang Yi, mengatakan kepada wartawan di forum yang sama bahwa Cina menyambut, dan bersedia bekerja dengan AS untuk membantu dengan pembangunan lebih cepat dan keamanan yang lebih baik di wilayah tersebut.
Dia menambahkan, namun, AS telah mengirim persenjataan strategis besar-besaran ke Laut Cina Selatan dan wilayah itu sebagai pertunjukan kekuatan militer yang memberi tekanan pada Cina dan negara-negara regional lainnya. "Itu adalah kekuatan terbesar di balik militerisasi di wilayah ini," kata Wang Yi.