Ahad 05 Aug 2018 12:26 WIB

Unjuk Rasa Antipemerintah Pecah di Sejumlah Kota Iran

Unjuk rasa digelar menyusul tekanan terhadap ekonomi AS.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Foto: AP
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Unjuk rasa pecah di sejumlah kota di Iran sepanjang lima hari terakhir. Demonstrasi digelar jelang pemberlakuan kembali sanksi ekonomi dari Amerika Serikat.  Demikian kabar dari kantor berita dan media setempat, Sabtu (5/8).

Ratusan orang turun ke jalanan di Kota Teheran, Karaj, Shiraj, dan Qom. Mereka menyuarakan protes terhadap melonjaknya harga-harga yang disebabkan oleh anjloknya nilai mata uang rial akibat kekhawatiran pasar terhadap sanksi dari Washington pada 7 Agustus mendatang.  Video-video dari aksi unjuk rasa terhadap tingginya inflasi itu diunggah di media sosial.

Sebelumnya pada Mei lalu, Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian nuklir internasional dengan Teheran yang ditandatangani pada 2015. Dalam kesepakatan itu, sanksi ekonomi untuk Tehran akan dicabut dengan syarat Iran menghentikan program nuklirnya.

Baca juga,  Dua Orang Tewas dalam Unjuk Rasa di Iran.

Namun Washington kini memutuskan untuk memberlakukan kembali sanksi-sanksi tersebut dan meminta negara lain untuk berhenti mengimpor minyak dari Iran mulai 4 November mendatang. Washington juga mengancam akan menjatuhkan sanksi keuangan jika ada negara yang membantu Iran.

Unjuk rasa di Iran dimulai dengan slogan-sogan antikenaikan harga dan antikorupsi. Namun para demonstran kemudian mengembangkan isu menjadi anti pemerintahan.

Sejumlah gambar di media sosial menunjukkan puluhan demonstran di pusat Teheran meneriakkan slogan "kematian untuk diktator" yang merujuk pemimpin agung Ayatollah Ali Khamenei.

Pada Jumat malam, video memperlihatkan pasukan polisi anti huru-hara membubarkan sekitar 500 orang yang meneriakkan slogan perlawanan terhadap pemerintah di Kota Eshtehard, sekitar 100 km sebelah barat Teheran. Beberapa pengunjuk rasa melempar batu dan merusak sebuah sekolah Syiah. Demikian kantor berita Fars melaporkan.

Sementara itu Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dalam akun Twitter berbahasa Persia-nya menulis, meski semuanya bergantung pada rakyat Iran untuk menentukan masa depan negaranya, tapi Washington mendukung suara rakyat Iran yang telah diabaikan dalam waktu lama.

Pada 7 Agustus nanti, Washington akan memberlakukan larangan pembelian dolar oleh Iran, memblokade perdagangan emas dan bahan tambang negara tersebut, serta sejumlah industri terkait lainnya.

Selain itu larangan impor karpet, makanan, dan transaksi finansial dari Iran juga akan diberlakukan kembali oleh Amerika Serikat. Ekspor minyak Iran diperkirakan akan jatuh sebanyak lebih dari 70 persen pada akhir tahun akibat sanksi Amerika Serikat, sehingga suplai minyak dunia dikhawatirkan akan mengalami kelangkaan

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement