REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Korea Utara (Korut) Ri Yong-ho mengunjungi Iran, Selasa (7/8). Ia membahas sejumlah isu bilateral dan regional dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Kantor berita Iran, Iran's Islamic Republic News Agency (IRNA) melaporkan, setelah membahas beberapa isu bilateral dan regional, Ri dan Zarif menyetujui perluasan hubungan lebih lanjut. Kedua negara diketahui berada di bawah sanksi ekonomi AS saat ini.
AS menjatuhkan sanksi ekonmi ke Korut karena program rudal dan nuklirnya. Alasan itu pula yang dipakai AS untuk menjatuhkan sanksi ke Iran.
Pada pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN di Singapura pekan lalu, Ri Yong-ho bersikap kritis terhadap AS. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memang turut menghadiri pertemuan tersebut.
Ri mengkritisi keputusan Washington mempertahankan sanksi. Padahal negaranya telah berkomitmen melalukan denuklirisasi seperti yang disepakati ketika pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu Presiden AS Donald Trump pada 12 Juni.
Baca juga, Trump: Jika Terus Mengancam, Iran akan Menderita.
Iran pun bersikap seperti Korut dalam menanggapi sanksi AS. Presiden Iran Hassan Rouhani mengecam AS karena memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap negaranya. Menurutnya, AS ingin memulai perang urat saraf terhadap Iran.
Menurut Rouhani, AS telah memunggungi jalur diplomasi ketika memutuskan menjatuhkan sanksi terhadap negaranya. "Mereka (AS) ingin memulai perang urat saraf terhadap Iran," kata Rouhani, dikutip laman BBC, Selasa (7/8).
Rouhani pun tampaknya tak berminat menerima perundingan yang ditawarkan Presiden AS Donald Trump. Setelah menjatuhkan sanksi ekonomi baru pada Senin (6/7), Trump menyebut dirinya tetap terbuka bila Iran hendak berunding dengannya.
"Saya tetap terbuka untuk mencapai kesepakatan yang lebih komprehensif yang membahas berbagai macam aktivitas buruk rezim (Iran), termasuk program rudal balistik dan dukungannya untuk terorisme," kata Trump.
Rouhani menilai tawaran perundingan itu tak adil dan tak masuk akal. "Negosiasi dengan sanksi tidak masuk akal. Kami selalu mendukung diplomasi dan pembicaraan, tapi pembicaraan membutuhkan kejujuran," ujarnya.
Rouhani mengatakan, Iran dapat melakukan pembicaraan hanya jika AS membuktikan bahwa mereka dapat dipercaya. "Jika Anda menikam seseorang dengan pisau dan kemudian mengatakan Anda ingin berbicara, maka hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mencabut pisau itu," katanya.
Rouhani menyerukan masyarakat Iran untuk bersatu dalam menghadapi sanksi AS. "Akan ada tekanan karena sanksi, tapi kami akan mengatasi ini dengan persatuan," ujar Rouhani.