REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi mengaku tak sepakat dengan keputusan Amerika Serikat (AS) menerapkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Ia menilai, keputusan tersebut adalah sebuah kesalahan strategis AS.
"Sebagai prinsip kami menentang sanksi di wilayah ini. Blokade dan sanksi menghancurkan masyarakat dan tidak melemahkan rezim," kata Abadi dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (7/8).
Oleh sebab itu, ia berpendapat sanksi yang dijatuhkan AS ke Iran adalah sebuah kesalahan. "Kami menganggap mereka (sanksi terhadap Iran) merupakan kesalahan strategis dan tidak benar," ujarnya.
Kendati demikian, Abadi mengatakan, negaranya akan tetap mematuhi sanksi tersebut. Hal itu demi melindungi kepentingan rakyat Irak. "Tidak akan berinteraksi dengan mereka atau mendukung mereka (sanksi), tapi kami akan mematuhinya," kata Abadi.
Baca juga, Prancis tak Sepakat Sanksi AS untuk Iran.
AS telah menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran pada Senin (6/8). Sanksi itu menargetkan perdagangan logam, batu bara, serta industri otomotif dan karpet iran.
Sanksi diterapkan setelah Iran menolak keinginan AS untuk merevisi kesepakatan nuklir yang tercapai pada Oktober 2015, yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Kesepatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari JCPOA adalah memastikan penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut.
Namun Trump berulang kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap JCPOA. Ia menilai JCPOA adalah kesepakatan yang cacat. Sebab dalam JCPOA tak diatur tentang program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. Akhirnya pada Mei lalu, Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut.
AS akan menggandakan sanksi ekonominya terhadap Iran pada November. Sanksi selanjutnya akan menargetkan sektor energi, terutama ekspor minyak Iran ke pasar global.