REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Tentara Suriah menjatuhkan selebaran di provinsi Idlib pada Kamis (9/8). Mereka mendesak warga Idlib agar menyetujui kembalinya kekuasaan negara yang dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad.
Suriah barat laut, lokasi Idlib berada, adalah daerah besar terakhir yang masih berada di tangan para militan. Para milisi berusaha menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.
"Kerja sama Anda dengan Tentara Suriah akan membebaskan Anda dari kekuasaan militan dan teroris, dan akan menyelamatkan kehidupan Anda dan keluarga Anda," tulis selebaran itu atas komando tentara.
"Kami menyerukan kepada Anda untuk bergabung dengan rekonsiliasi lokal (kesepakatan) seperti yang dilakukan banyak orang lain di Suriah."
Pemerintah mengatakan, perjanjian tersebut memberikan pengampunan kepada para pemberontak yang bersedia hidup di bawah kekuasaan negara lagi. Kecuali tuntutan hukum pribadi telah diajukan terhadap mereka.
Tetapi banyak milisi, pembangkang sipil, dan yang lainnya memilih untuk mengambil jalan aman ke barat laut yang dikuasai oposisi. Wilayah di perbatasan Turki yang membentang dari Idlib ke kota Jarablus di Sungai Eufrat.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, pasukan tambahan pemerintah telah tiba untuk kemungkinan serangan di suatu daerah di barat daya kota Idlib yang tumpang tindih dengan Provinsi Latakia dan Hama.
PBB khawatir serangan di wilayah itu dapat memaksa 2,5 juta orang menuju perbatasan Turki. Anggota NATO Turki, telah memperingatkan terhadap setiap serangan di Idlib, dan menekan Rusia untuk memastikan ini tidak terjadi.
Penasihat kemanusiaan PBB Jan Egeland mengatakan pada Kamis bahwa Turki, Rusia dan Iran setuju untuk melakukan yang terbaik dalam menghindari pertempuran di Idlib. "Perang ini harus berakhir bukan dalam pertumpahan darah tetapi dalam perjanjian," katanya.
Menurutnya, PBB sedang membuat persiapan dan akan meminta Turki untuk membuka perbatasannya bagi warga sipil yang melarikan diri.
"Ada aktivitas diplomatik intensif dengan Rusia, Turki, Iran, Pemerintah Suriah dan kelompok oposisi bersenjata untuk menghindari eskalasi di zona de-eskalasi, tetapi tentu saja ada konflik setiap hari," tambahnya.