Senin 13 Aug 2018 20:21 WIB

Khamenei: Iran Lakukan Kesalahan Tata Kelola Ekonomi

AS mulai memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap Iran pada 6 Agustus.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Foto: AP
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan Pemerintah Iran telah melakukan kesalahan tata kelola ekonomi. Hal itu, menurutnya, menyebabkan kondisi masyarakat Iran kian terpukul menyusul diberlakukannya sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat (AS).

"Lebih dari sanksi, kesalahan tata kelola ekonomi (oleh pemerintah) memberi tekanan pada masyarakat Iran. Saya tidak menyebutnya sebagai pengkhianatan, tapi kesalahan besar dalam tata kelola," kata Khamenei pada Senin (13/8).

Ia menilai, bila tata kelola ekonomi lebih baik, Iran dapat mengatasi gejolak akibat sanksi yang dijatuhkan AS. "Dengan tata kelola dan perencanaan yang lebih baik, kita dapat menahan sanksi dan mengatasinya," ujarnya.

Mata uang Iran, rial, telah kehilangan sekitar setengah dari nilainya sejak April. Hal itu disebabkan meningkatnya permintaan dolar di kalangan masyarakat Iran yang ingin melindungi tabungannya. Mereka tahu AS telah mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Teheran.

Baca juga, Kemlu Cina: Bisnis dengan Iran tak Merugikan Negara Lain.

Selain melemahkan rial, sanksi AS juga menyebabkan harga emas di Iran meroket. "Jatuhnya rial dan kenaikan harga koin emas adalah masalah ekonomi utama. Orang-orang (pejabat) korup harus dihukum tegas," ujar Khamenei.

photo
Seorang pekerja minyak Iran bersepeda di kilang minyak Teheran selatan ibukota Teheran, Iran.

Sekitar 60 orang, termasuk pejabat Iran telah ditangkap karena dituding melakukan penyelewengan yang menyebabkan rial melemah dan harga emas melambung. Mereka terancam hukuman mati.

AS mulai memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap Iran pada 6 Agustus. Akibat sanksi tersebut, Iran kehilangan sejumlah transaksi dan kontrak bisnisnya. Satu di antaranya adalah pembatalan kontrak senilai 20 miliar dolar AS untuk menjual 110 pesawat Boeing ke Iran Air dan Aseman Airlines.

Selain itu, AS memberlakukan pelarangan impor mobil terhadap Iran yang menjadi pasar mobil terbesar ke-12 pada 2017. Tahun lalu, Iran mengimpor 1,6 juta unit mobil. Hal itu menyebabkan perusahaan Prancis PSA, produsen mobil Puegeot, akan menghentikan operasinya di Iran.

Sanksi AS pun melarang perdagangan emas dan logam mulia lainnya. Emas sempat dijadikan sebagai alat tukar untuk membeli minyak Iran pada masa lalu guna menghindari sanksi perbankan. Pada tahun fiskal 2017, Iran menerima setidaknya 64,5 ton emas.

Presiden AS Donald Trump telah mengancam, siapa pun negara yang masih berbisnis dengan Iran, tak akan berbisnis dengan AS. Ia menegaskan sanksi yang diterapkan terhadap Iran kali ini merupakan sanksi paling menggigit.

AS akan melipatgandakan sanksinya pada 4 November mendatang. Sanksi berikutnya akan mengincar sektor minyak dan perbankan Iran.

Kecemasan ekonomi telah memicu gelombang demonstrasi di sejumlah wilayah Iran. Dalam beberapa pekan terakhir, ribuan masyarakat Iran telah melakukan protes terkait tingginya harga bahan pokok dan praktik korupsi di tubuh pemerintahan.

Tak hanya itu, masyarakat pun menyuarakan tentang minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Aksi-aksi tersebut dengan cepat beralih menjadi unjuk rasa anti-pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement