REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih mengecam peningkatan tarif impor barang-barang asal Amerika Serikat (AS) oleh Pemerintah Turki. Mereka mengatakan, kebijakan peningkatan tarif tersebut merupakan sebuah langkah keliru yang dilakukan Ankara.
"Tarif yang diberlakukan Turki tentu sangat disesalkan dan merupakan langkah keliru. Tarif yang diberlakukan AS berada di luar kepentingan keamanan nasional dan bukan sebuah langkah balas dendam," kata Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Sanders.
Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk melipatgandakan tarif terhadap impor aluminium dan baja dari Turki masing-masing sebesar 20 persen dan 50 persen. AS juga menjatuhkan sanksi kepada dua pejabat Turki, yakni Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul dan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu.
Keduanya dijatuhi hukuman menyusul dugaan mendalangi sebuah organisasi yang bertanggung jawab atas penangkapan pastor asal AS, Andrew Craig Brunson. Sanders mengatakan, kedua langkah itu diterapkan sebagai bujukan bagi Turki untuk segera melepaskan Brunson.
Namun, dia memastikan, peningkatan tarif impor baja dan aluminium Turki tidak akan diturunkan meski Brunson telah bebas. Sebagai gantinya, AS hanya akan mencabut sanksi yang dijatuhkan terhadap kedua menteri tersebut. Tarif itu, Sanders mengatakan, diberlakukan khusus berkaitan dengan keamanan nasional.
"Bagaimanapun sanksi-sanksi yang diterapkan khusus untuk masalah Pendeta Brunson dan yang lain yang kami rasa ditahan secara tidak adil dan kami akan mempertimbangkan itu pada saat itu," ujar Sanders.
Sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS kepada Turki tersebut telah membuat kurs lira anjlok ke level terendah dalam sejarah. Kebijakan tersebut membuat nilai lira telah melemah lebih dari 40 persen sebesar 7,24 terhadap dolar AS.
Pelemahan nilai mata uang tersebut telah mengganggu pasar global. Penurunan sebesar 18 persen pada Jumat (10/8) lalu telah memukul saham Eropa dan AS menyusul kecemasan investor tentang eksposur bank ke Turki. Namun, nilai lira sempat menguat sembilan persen pada Selasa (14/8) waktu setempat.
Pemerintah Qatar siap melakukan investasi senilai 15 miliar dolar Amerika Serikat (AS) di Turki. Penanaman modal itu dilakukan untuk membantu menguatkan nilai tukar mata uang Turki, lira, yang sempat turun ke titik terendah dalam sejarah akibat sanksi ekonomi AS.
Investasi ditanamkan setelah pertemuan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Emir Qatar Syekh Tamim Bin Hamad al-Thani. Doha sepakat menyetujui paket proyek ekonomi, investasi, dan deposito di Istanbul.
"Dana dari Qatar akan disalurkan ke perbankan dan pasar finansial," kata pemerintah Turki.