REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam dan mendesak Israel menghentikan segala jenis tindakan yang mengancam nilai historis Masjid Al-Aqsha. Pernyataan tersebut muncul setelah pasukan Israel menutup semua gerbang ke kompleks Masjid Al-Aqsha pada Jumat (17/8).
"Setiap tindakan yang akan mengubah status agama dan historis (dari Masjid Al-Aqsha) hanya akan mengarah pada kemerosotan lebih lanjut dari situasi dan eskalasi," kata kantor Kepresidenan Palestina pada Jumat (17/8), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Palestina menegaskan kembali makna Al-Aqsha dan Yerusalem Timur bagi mereka. "Yerusalem Timur dan Al-Aqsha adalah garis merah kami. Tidak akan ada kedamaian tanpa mereka," kata Kepresidenan Palestina dalam pernyataannya.
Pasukan keamanan Israel menutup semua gerbang Masjid Al-Aqsha pada Jumat malam waktu setempat. Hal itu dilakukan dengan dalih terdapat seorang warga Palestina yang berusaha menusuk seorang perwira polisi.
Menurut laporan Haaretz, warga Arab-Israel berusia 30 tahun dicurigai mencoba menikam seorang perwira polisi Yerusalem di gerbang Al-Majlis pada Jumat sore. Ia seketika ditembak mati oleh pasukan Israel.
Menjelang malam, pasukan Israel memutuskan menutup semua gerbang kompleks Al-Aqsha. Penutupan itu tak pelak memicu protes dari jamaah masjid. Mereka berkerumun di depan Gerbang Singa (Bab Al-Asbat) untuk tetap menunaikan salat isya. Namun pasukan Israel membubarkan mereka secara paksa dengan menggunakan granat kejut.
Namun belakangan pasukan Israel mengizinkan beberapa pejabat Palestina untuk salat di Al-Aqsha. Dalam 30 hari terakhir, Israel telah dua kali menutup kompleks Al-Aqsha.