REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran meminta Uni Eropa (UE) mempercepat upaya mereka untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015. Teheran mengatakan, upaya UE serta negara lain yang ikut menandatangani kesepakatan nuklir terlalu lamban untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
"Eropa dan penandatangan lain (Cina dan Rusia) mencoba menyelamatkan kesepakatan namun masih lamban dan harus dipercepat," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qasemi.
Menurut Qasemi, saat ini Iran terus berupaya seorang diri untuk menyelamatkan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang dicapai pada 2015 lalu. Iran saat ini tengah berada dalam sanksi ekonomi AS yang diberlakukan pada Agustus dan menyasar sektor perdagangan metal berharga, keuangan, dan perbankan nasional serta industri otomotif.
Sanksi tersebut membuat sejumlah perusahaan asal UE enggan untuk melanjutkan bisnis mereka dengan Iran. Uni Eropa telah mengambil langkah-langkah untuk melawan sanksi baru AS, termasuk melarang warga UE agar mengabaikan keputusan tersebut serta memulihkan potensi kerugian dari pihak yang menarik diri dari kontrak akibat sanksi AS.
Sementara, UE, Cina, dan Rusia mengaku akan melakukan upaya lebih besar untuk memastikan kegiatan bisnis mereka dengan Iran terus berjalan. Namun demikian, potensi sanksi AS tampaknya cukup untuk memberikan persuasi kepada pelaku bisnis untuk tidak melakukan aktivitas dengan Iran.
Sebelumnya AS memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir lantaran menilai ada sejumlah kecacatan dalam perjanjian tersebut. Paman Sam kemudian memasukkan sejumlah kesepakatan baru dalam perjanjian tersebut yang ditolak Iran. Sementara sanksi diterapkan agar Iran tunduk pada proposal perjanjian baru yang disampaikan AS.
Baca: AS Disebut Kembali Bermimpi Kudeta Pemerintahan Iran