Senin 20 Aug 2018 16:25 WIB

Iran Minta Eropa Percepat Penyelamatan Kesepakatan Nuklir

AS memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir pada Mei.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mendesak Eropa mempercepat upaya untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015. Menurut Teheran, saat ini upaya penyelamatan masih lambat.

“Eropa dan penandatangan kesepakatan lainnya (Cina dan Rusia) telah mencoba menyelamatkan kesepakatan (nuklir), tapi prosesnya berjalan lambat. Upaya ini harus dipercepat,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Qasemi pada Senin (20/8).

Setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir pada Mei, Uni Eropa membujuk Iran untuk tetap berada di dalam kesepakatan itu. Uni Eropa berjanji bahwa Iran akan tetap menjalin kerja sama ekonomi dengan perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara anggotanya.

Namun situasi menjadi pelik ketika AS memutuskan menjatuhkan sanksi ekonomi gelombang pertama terhadap Teheran pada 6 Agustus lalu. Sanksi tersebut mengincar sektor keuangan, perdagangan logam mulia, dan industri otomotif Iran. AS pun menyatakan akan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan atau negara yang masih menjalin kemitraan bisnis dengan Iran.

Baca juga, Trump: Jika Terus Mengancam, Iran akan Menderita.

Merespons tindakan AS, Uni Eropa kemudian menerbitkan sebuah undang-undang yang melarang warganya mematuhi sanksi tersebut. Bila pihak-pihak terkait masih dikenakan sanksi, Uni Eropa menyatakan mereka dapat menempuh jalur hukum guna memulihkan potensi kerugian dari pihak yang menarik diri dari kontrak akibat sanksi AS.

Selain Eropa, Cina dan Rusia telah mengatakan akan berbuat lebih banyak untuk mendorong bisnis mereka tetap terjalin dengan Iran. Sebab bagaimana pun, kedua negara itu tak menyetujui tindakan sepihak Washington menjatuhkan sanksi terhadap Teheran.

Presiden AS Donald Trump telah menarik negaranya dari kesepakatan nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Keputusan itu diambil setelah Iran menolak usulan AS untuk merevisi kesepakatan tersebut.

Trump memang berulang kali menyatakan ketidakpuasannya terhadap JCPOA. Sebab JCPOA tak mengatur tentang program rudal balistik dan peranan Iran dalam konflik di Yaman dan Suriah. Sesaat setelah menjatuhkan sanksi, Trump mengatakan masih membuka diri bila Iran hendak bernegosiasi. Namun tawaran itu ditolak tegas oleh Iran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement