REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin masih berharap dapat memperbaiki hubungan negaranya dengan Amerika Serikat (AS). Namun ia tak akan kecewa bila AS bersikap sebaliknya.
Hal tersebut diungkapkan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. Ia mengatakan, Putin masih ingin menarik hubungan bilateral Rusia dan AS keluar dari krisis.
"Dia (Putin) masih memiliki keinginan itu, tapi pada saat yang sama tidak ada yang berencana untuk bersedih jika pendekatan kami tidak dibalas oleh Washington," kata Peskov pada Senin (20/8).
Namun menurutnya hingga kini AS tampaknya belum menunjukkan minat seperti Rusia. "Mari kita tunggu dan lihat apa yang akan terjadi," ujarnya.
AS telah mengumumkan sanksi ekonomi baru bagi Rusia. Sanksi yang akan diberlakukan pada 22 Agustus itu menargetkan semua perusahaan negara dan perusahaan yang didanai Rusia.
Kongres AS juga telah menerbitkan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang mengatur tentang pembatasan investasi dalam utang luar negeri Rusia. RUU itu melarang bank-bank yang dikelola Pemerintah Rusia untuk beroperasi di AS.
Adapun alasan AS menjatuhkan sanksi ekonomi terbaru berkaitan dengan dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan agen ganda Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, pada Maret lalu. Ia diserang dengan menggunakan agen saraf novichok.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, sanksi terbaru kemungkinan akan diikuti langkah-langkah yang lebih luas, seperti menangguhkan hubungan diplomatik dan mencabut hak mendarat Aeroflot, yakni maskapai penerbangan nasional Rusia.
Peskov telah menyatakan bahwa sanksi ekonomi terbaru yang dijatuhkan terhadap negaranya ilegal dan tak dapat diterima. Menurutnya sanksi itu akan membuat Putin menghentikan pendekatan konstruktif terhadap AS.