REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Untuk pertama kali, Ahmed Obeid tak bisa mempersiapkan perayaan Idul Adha. Perang yang berkecamuk memaksa ayah empat orang ini dan ribuan orang Yaman meninggalkan rumah mereka.
Mereka berada di berbagai daerah yang dicabik perang sehingga mengungsi di provinsi lain yang lebih aman.
Keluarga Yaman dulu biasa mulai mempersiapkan dan berbelanja untuk menikmat Idul Adha. Tapi tahun ini, ribuan orang menderita akibat terusir dan tak ada persiapan yang bisa mereka buat untuk menyambut Idul Adha. Mereka bahkan berjuang untuk selamat dari kelaparan dan penyakit setelah mereka meninggalkan gedung tempat tinggal mereka.
"Ini adalah Id pertama yang saya jalani tanpa keluarga tercinta. Perang melucuti hak kami untuk berada di dalam rumah kami guna menyambut Idul Adha secara damai dengan kebahagiaan seperti tahun-tahun lalu," katanya.
Ia mengatakan sebagian besar keluarga yang menjadi pengungsi tak memiliki sumber keuangan dan tidak menerima pakaian baru buat anak mereka dari organisasi bantuan. "Sebagian anak di dalam tenda ini menangis dan meminta ibu mereka membelikan mereka pakaian baru Id dan tidak tahu bahwa semuanya berubah dan mereka tidak mempunyai rumah," katanya.
Idul Adha tahun ini tak berarti apa-apa buat warga Yaman yang terusir dan tinggal dalam kemelaratan. "Menghentikan perang buruk ini dan pertumpahan darah akan menjadi perayaan kami yang sesungguhnya. Pemboman dan pertempuran menghancurkan semuanya yang indah di negeri kami," kata dia.
Di provinsi lain Yaman termasuk Kota Pantai Laut Merah Hodeidah, perang masih berkecamuk antara pasukan pemerintah (yang didukung koalisi Arab pimpinan Arab Saudi) dan petempur Syiah Al-Houthi, bahkan selama liburan Idul Adha.
Sebagian keluarga di Hodeidah mendesak pihak yang berperang agar mencapai gencatan senjata untuk memberi rakyat kesempatan merayakan Idul Adha bersama anak mereka tanpa ketakutan dan pemboman membabi-buta. Tapi, seruan ini tidak ditanggapi.
"Semua pihak yang berperang tidak peduli dengan penderitaan kami dan hanya mencari kemenangan serta merampas daerah kami," kata Fuad Slaeh, orang yang mengungsi di dalam negerinya dan tiba di Aden pada Senin (20/8).
"Hari besar Islam tak berarti apa-apa buat para pemimpin perang yang datang dari provinsi lain dan memaksa kami meninggalkan harta serta rumah kami selama hari besar Idul Adha," kata Fuad.
Lebih dari 121 ribu warga telah menyelamatkan diri dari Kota Hodeidah. Kota ini dicabik perang sejak 1 Juni.