REPUBLIKA.CO.ID SANAA -- Human Rights Watch (HRW) menyebut aliansi militer Saudi-Uni Emirat Arab (UEA) yang memerangi pemberontak Houthi di Yaman telah melakukan kejahatan perang. Dilansir Aljazirah, Sabtu (25/8), laporan HRW ini dirilis untuk menjawab laporan yang membebaskan koalisi itu dari konsekuensi hukum atas kejahatan yang dilakukan.
Dalam laporan setebal 90 halaman yang dirilis pada Jumat (24/8), HRW menuding badan investigasi aliansi, Tim Penilaian Insiden Bersama (JIAT), membebaskan anggota koalisi dari tanggung jawab hukum dalam sebagian besar serangan.
Dalam laporannya, HRW menjelaskan, banyak pelanggaran hukum perang yang dilakukan oleh pasukan koalisi menunjukkan bukti kejahatan perang. Investigasi JIAT juga tidak menunjukkan upaya nyata untuk menyelidiki tanggung jawab pidana pribadi atas serangan udara yang melanggar hukum.
Koalisi pimpinan Saudi, yang telah berperang dengan pemberontak Houthi sejak Maret 2015, telah berulang kali membantah tuduhan melakukan kejahatan perang. Koalisi mengatakan, serangan udara tidak ditujukan pada warga sipil.
Namun, data yang dikumpulkan oleh Aljazirah dan Proyek Data Yaman mengungkapkan hampir sepertiga dari 16 ribu serangan udara yang dilakukan di Yaman sejak Maret 2015 menargetkan situs nonmiliter. Serangan-serangan ini menargetkan acara pernikahan, rumah sakit, serta air dan pembangkit listrik. Hal tersebut membunuh dan melukai ribuan orang.
Menurut PBB, setidaknya 10 ribu orang telah tewas sejak awal konflik. Analis mengungkapkan, jumlah angka yang sebenarnya bahkan mungkin lebih tinggi lagi.
Selama lebih dari dua tahun, koalisi mengklaim, JIAT secara kredibel menginvestigasi serangan udara yang diduga melanggar hukum. Namun, para penyelidik melakukan lebih dari sekadar menutupi kejahatan perang.
Kelompok hak asasi juga mengatakan, JIAT mengecilkan serangan udara di kompleks perumahan di kota pelabuhan Mokha, yang menewaskan sedikitnya 65 orang. Ia mengatakan, kompleks itu sebagian dipengaruhi oleh pengeboman yang tidak disengaja.
Investigasi HRW kemudian juga menemukan setidaknya 11 kawah bom di lokasi di mana puluhan warga sipil tewas dan terluka. Direktur HRW Middle East Sarah Leah Whitson menjelaskan, selama lebih dari dua tahun, koalisi mengklaim bahwa JIAT secara kredibel menginvestigasi dugaan serangan udara yang tidak sah, tetapi para penyelidik melakukan lebih dari sekadar menutupi kejahatan perang.
“Pemerintah yang menjual senjata ke Arab Saudi juga harus mengakui penyelidikan palsu koalisi tidak melindungi mereka dari pelanggaran serius di Yaman," ujarnya.
Selama ini, AS, Inggris, Kanada, Prancis, dan Spanyol telah menjual senjata ke Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada petisi berulang dari kelompok-kelompok hak asasi manusia. AS telah menjadi pemasok peralatan militer terbesar ke Riyadh, dengan lebih dari 90 miliar dolar AS penjualan tercatat antara 2010 dan 2015.
(ed: setyanavidita livikacansera)