Ahad 26 Aug 2018 21:04 WIB

Iran Tuding AS Lancarkan Perang Urat Saraf

Iran enggan berunding bila AS belum menarik sanksi ekonominya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
 Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuding Amerika Serikat (AS) melancarkan perang urat saraf terhadap Iran dan mitra bisnisnya. Pernyataannya itu berkaitan dengan pemberlakuan sanksi ekonomi baru bagi Teheran oleh AS.

“Fokus (Amerika) adalah pada perang urat saraf terhadap Iran dan mitra bisnisnya,” ujar Zarif dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan kantor berita Iran, Tasnim, dikutip laman Aljazirah, Ahad (26/8).

Zarif menilai, sejak AS memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir dan kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran, mereka belum meraih tujuannya. “Sejak (Presiden AS Donlad) Trump mengumumkan penarikan dari kesepakatan nuklir, Amerika belum mencapai tujuannya,” kata dia.

Ia menjelaskan, kesepakatan nuklir telah memantik konflik politik di Iran. Hal itu telah menimbulkan keputusasaan dan kekecewaan. Pernyataan Zarif mengacu kepada para kritikus garis keras dari kesepakatan nuklir yang berada di negaranya. Setelah AS menarik diri dari kesepakatan tersebut, mereka mengecam Presiden Iran Hassan Rouhani. Para kritikus menilai kesepakatan tersebut adalah bentuk kapitulasi.

Pada 7 Agustus lalu, AS memutuskan memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. Sanksi itu menargetkan perdagangan logam mulia, industri otomotif, serta sektor keuangan Iran. Sanksi diterapkan setelah Iran menolak keinginan AS untuk merevisi kesepakatan nuklir yang tercapai pada Oktober 2015, yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Trump menilai JCPOA cacat karena tak mengatur tentang program balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. Trump menginginkan JCPOA dinegosiasi ulang, tapi Teheran dengan tegas menolak. Iran pun enggan berunding bila AS belum menarik sanksi ekonominya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement