REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Tim pengacara Iran, Senin (27/8), meminta Mahkamah Internasional (ICJ) agar memerintahkan Amerika Serikat mencabut sanksi-sanksi yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap Teheran.
Ketua hakim badan peradilan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu memulai persidangan dengan meminta Washington untuk menghormati hasilnya.
Selama masa permusuhan, baik Amerika Serikat maupun Iran telah mengabaikan beberapa putusan mahkamah yang secara tak resmi dikenal sebagai Pengadilan Dunia, tersebut.
Menurut tuntutan hukum yang diajukan ke ICJ (International Court of Justice), sanksi-sanksi AS yang merusak perekonomian Iran telah melanggar perjanjian persahabatan antara kedua negara.
"AS secara terbuka menyebarkan kebijakan yang ditujukan untuk separah mungkin merusak perekonomian Iran serta perusahaan-perusahaan nasional Iran, dan karena itu pasti (berdampak pada, red) rakyat Iran," kata Mohsen Mohebi, yang mewakili Iran, di awal persidangan empat hari.
Baca juga, AS Kembali Jatuhkan Sanksi ke Iran.
Kebijakan itu, kata ia, jelas-jelas melanggar Perjanjian Persahabatan 1955. Mohebi mengatakan Iran telah mengupayakan penyelesaian diplomatik atas sengketa-sengketa yang melibatkan kedua negara, namun upaya itu ditolak.
Amerika Serikat mengatakan dalam tanggapan tertulis yang diperlihatkan di pengadilan bahwa pihaknya meyakini ICJ tidak punya kewenangan dalam kasus tersebut. AS juga mengatakan pernyataan-pernyataan Iran sangat tidak mencerminkan perjanjian tersebut.
Para pengacara AS, yang dipimpin oleh penasihat Departemen Luar Negeri Jennifer Newstead, yang diangkat oleh Trump pada 2017, dijadwalkan menyampaikan tanggapan pada Selasa.
Putusan ICJ diperkirakan akan keluar dalam waktu satu bulan, walaupun tanggalnya belum ditentukan.
ICJ adalah pengadilan PBB untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional.
Putusan ICJ bersifat mengikat, namun tidak memiliki kekuatan untuk dapat diberlakukan.
Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran yang disepakati oleh Teheran dan sejumlah negara kuat, termasuk Washington.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, sanksi-sanksi dicabut sebagai imbalan atas kesediaan Teheran mengekang program nuklirnya. Trump kemudian mengumumkan rencana sepihak AS untuk memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Teheran