Selasa 28 Aug 2018 12:44 WIB

Belanda dan Kuwait Ingin Militer Myanmar Dituntut Genosida

Laporan tim PBB cukup menggambarkan kondisi kekejaman di Rakhine.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.
Foto: AP Photo/Altaf Qadri
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Belanda dan Kuwait mendukung PBB mengajukan tuntutan genosida terhadap militer Myanmar. Hal tersebut menyusul terbitnya laporan tim misi pencari fakta independen PBB yang menyebut kekerasan etnis Rohingya di Rakhine mengarah pada tindakan genosida.

“Kami sangat prihatin dengan kekejaman yang dilakukan di sana (Rakhine) dan meminta pertanggungjawaban serta merujuk situasi di Myanmar kepada Pengadilan Pidana Internasional (ICC),” kata Wakil Tetap Belanda untuk PBB Karel van Oosterom sebelum menghadiri pertemuan di Dewan Keamanan PBB, dikutip laman Anadolu Agency pada Senin (27/8).

Wakil Tetap Kuwait untuk PBB Al-Otaibi memiliki pandangan serupa dengan Karel van Oosterom. Ia mengatakan, negaranya mendukung pembentukan sebuah mekanisme internasional guna menuntut dan menghukum mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan terhadap etnis Rohingya di Rakhine.

Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.

Al-Otaibi mengatakan, laporan tim misi pencari fakta telah cukup menggambarkan dan membuktikan situasi di Rakhine.

"Laporan ini adalah laporan yang sangat terdokumentasi dengan gambar dan video dari kekejaman ini. Kami mendukung pertanggungjawaban dan saya akan membicarakan hal ini pada pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang Myanmar besok (Selasa)," ujarnya.

Laporan yang diterbitkan tim misi pencari fakta PBB telah menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing diadili di ICC atas genosida yang dilakukan terhadap Rohingya.

Laporan menyebut apa yang dilakukan Tatmadaw (pasukan keamanan Myanmar) dalam menghadapi ancaman keamanan di Rakhine sangat tidak proporsional. Dalam konteks ini, Tatmadaw bertanggung jawab atas pembunuhan dan pemerkosaan yang dialami Rohingya.

Sejak Agustus 2017, lebih dari setengah juta etnis Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh. Mereka kabur guna menghindari kebrutalan militer Myanmar yang menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army. Dalam operasinya, militer Myanmar turut menyerang dan menumpas warga sipil di daerah tersebut.

Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi dan pembentukan tim Joint Wroking Group. Namun pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement