Kamis 30 Aug 2018 07:36 WIB

4 Juta Anak Pengungsi tak Sekolah

Kesenjangan pendidikan semakin bertambah seiring bertambahnya usia.

Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Empat juta anak pengungsi di dunia tak bersekolah. Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) melaporkan jumlah mereka naik sebanyak setengah juta anak hanya dalam waktu satu tahun.

Laporan Turn the Tide: Refugee Education in Crisis, memperlihatkan bahwa meskipun pemerintah, UNHCR dan mitranya telah melancarkan upaya, pedaftaran anak pengungsi di sekolah tidak beriringan dengan pertumbuhan warga pengungsi.

Sampai akhir 2017, ada lebih dari 25,4 juta pengungsi di seluruh dunia. Lebih dari separuh pengungsi tersebut, yaitu sebanyak 52 persen adalah anak-anak dan 7,4 juta di antara mereka berada dalam usia sekolah.

"Pendidikan adalah cara membantu anak-anak agar sembuh, selain merupakan kunci untuk membangun kembali negeri mereka. Tanpa pendidikan, masa depan anak-anak ini dan masyarakat mereka akan menjadi kerusakan yang tak bisa diperbaiki," kata Filippo Grandi, kata Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi.

Sebanyak 61 persen anak pengungsi masih mendapatkan sekolah dasar, dibandingkan dengan 92 persen anak di seluruh dunia. Saat anak pengungsi bertambah usia, kesenjangan itu melebar, kata laporan tersebut.

Myanmar Tuntut PBB Berikan Bukti Genosida Rohingya

Hampir dua-pertiga anak pengungsi yang memperoleh pendidikan dasar tidak berhasil melanjutkan ke sekolah menengah. Secara keseluruhan, 23 persen anak pengungsi bersekolah di tingkat menengah, dibandingkan dengan 84 persen anak di seluruh dunia.

Di tingkat tersier, kesenjangan itu berubah menjadi jurang. Di tingkat global, pendaftaran di pendidikan tinggi berjumlah 37 persen, sementara hanya satu persen pengungsi memiliki kesempatan yang sama, yang belum berubah selama tiga tahun.

Laporan tersebut mendesak negara penampung agar mendaftarkan anak pengungsi di dalam sistem pendidikan nasional. Mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah, untuk memberikan kualifikasi yang diakui yang dapat mengarah ke universitas atau pelatihan ketrampilan lebih tinggi.

Laporan itu juga menyatakan bahwa semua negara di wilayah berkembang menampung 92 persen pengungsi usia sekolah. Negara-negara ini butuh lebih banyak dukungan keuangan yang berkelanjutan dari masyarakat internasional.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement