REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zeid Ra'ad Al Hussein mengatakan, pemimpin de facto Myanmar Aung san Suu Kyi seharusnya mundur dari kursi kepemimpinan. Hal itu menyusul pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar berkaitan dengan Rohingya.
"Dia berada di dalam posisi yang seharusnya bisa melakukan sesuatu. Dia bisa saja untuk terus diam, atau lebih baik mengundurkan diri," kata Zeid Ra'ad Al Hussein seperti diwartakan BBC, Kamis (30/8).
Komentar Al Hussein dilontarkan menyusul laporan tim penyelidikan PBB terkait kekerasan yang dialami Rohingya. Laporan tersebut menyebutkan adanya genosida dalam peristiwa yang menimpa minoritas muslim di Myanmar itu.
PBB menyatakan, militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya dengan niat genosida. Tim menyebut Min Aung Hlaing bersama lima jenderal lainnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami etnis minoritas itu.
Laporan juga menyebutkan, pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah mengizinkan pidato kebencian untuk berkembang dan menghancurkan dokumen. Mereka juga dianggap gagal melindungi minoritas dari kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang oleh tentara di Rakhine, Kachin dan negara-negara Shan.
"Dia seharusnya tidak perlu menjadi juru bicara dari militer Burma. Dia bisa saja mengatakan, Anda tahu, saya siap menjadi pemimpin negara secara tertulis tetapi tidak dalam kondisi seperti ini," kata Al Hussein.
Lebih dari 600 ribu warga muslim Rakhine melarikan diri dari kejaran tentara Myanmar. Mereka meninggalkan rumah dan menyebrang ke Bangladesh sejak Agustus lalu. Suu Kyi dikritik dunia internasional lantaran minimnya kebijakan yang dia lakukan terkait peristiwa tersebut.